News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Wakil Jaksa Agung Raih Gelar Doktor Berpredikat Cum Laude

Editor: Hasiolan Eko P Gultom
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Jaksa Agung, Basrief Arief melantik Wakil Jaksa Agung, Andhi Nirwanto di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (21/11/2013). Andhi Nirwanto sebelumnya menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus). (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)

TRIBUNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Jaksa Agung, Djaman Andhi Nirwanto meraih gelar doktor ilmu hukum pada Universitas Padjajaran, Bandung dengan predikat cum laude.

Dari keterangan pers yang diterima Tribunnews.com, Pria kelahiran Kudus, 8 Januari 1956 itu berhasil mempertahankan disertasinya dengan judul Kedudukan dan Penerapan Asas Kekhususan Sistematis Pada Hukum Pidana Administrasi Dalam Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Indonesia.

Disertasi tersebut bisa jadi merupakan curahan hati atau kegalauan Andhi yang sudah hampir 35 tahun menjadi penegak hukum, jaksa atas penegakan hukum di Indonesia yang kurang tegas karena kegamangan penegak hukum dalam penerapan udang-undang yang sudah usang namun belum direvisi, KUHP.

KUHP dinilai sudah usang karena peninggalan Belanda dan di negara asalnya undang-undang itu telah beberapa kali direvisi seperti penghapusan sanksi pidana hukuman mati.

Penulisan disertasi itu dilatarbelakangi adanya kesenjangan antara teori dan praktek terkait penerapan asas kekhususan sistematis pada hukum pidana administrasi dalam penanganan perkara Tipikor di Indonesia.

Soal tidak jelasnya kedudukan dan parameter serta konsep asas kekhususan sistematis, dalam penanganan perkara Tipikor telah menimbulkan kesan terjadinya kriminalisasi dan karena tidak ada parameter yang jelas, pihak yang terkena kasus seolah-olah merasa sedang dikriminalisasi.

Menurutnya, pada tataran legislasi asas kekhususan sistematis yang termuat dalam undang-undang tidak saja menimbulkan persoalan dalam perumusannya tetapi juga adanya ketidaksamaan sikap dan pemikiran penegak hukum dalam praktik penanganan perkara Tipikor.

Hasil penelitiannya menunjukan bahwa asas kekhususan sistematis yang termuat dalam undang-undang belum dapat dioperasionalkan dalam praktik penanganan perkara korupsi di bidang administrasi negara, dan perbankkan, perpajakan, telekomunikasi.

Di samping itu asas kehususan sistematis pada hukum pidana administrasi belum memiliki kedudukan dan parameter serta konsep yang jelas sehingga menimbulkan permasalahan dalam penanganan perkara korupsi.

Andhi dengan menggunakan pisau analisis Teori Hukum Integratif menawarkan konsep asas kekhususan sistematis bersyarat yang disarankannya yakni pertama, perubahan ketentuan Pasal 14 UU No 31/1999 tentang Tipikor yang dirumuskan secara konkrit dan operasinal dengan menambahkan syarat-syarat sebagai parameter (a) apabila menimbulkan kerugian sangat besar, (b) dilakukan berulang kali, dan atau (c) kerugian tidak dapat dipulihkan.

Sarannya yang kedua, dalam rangka RUU KUHP, asas kekhususan sistematis sebagaimana termuat dalam Pasal 63 ayat (1), (2) KUHP perlu ditambahkan ayat (3) disertai syarat-syarat sebagai parameter adanya kecurangan, pemalsuan, manipulasi, penyembunyian kenyataan, penipuan, penyesatan, akal-akalan atau rekayasa dan/atau melibatkan korporasi.

Kemudian sarannya yang ketiga, membentuk undang-undang tentang ketentuan umum hukum pidana administrasi, yang meliputi tiga aspek, (a) materiil,n (b) formil dan (c) pelaksanaan pidana di bidang administrasi.

Keberanian Andhi sebagai penegak hukum untuk mengakui kekurangan penegakan hukum di Indonesia sebagai latar belakang penelitiannya tersebut mendapatkan apresiasi dari Ketua Tim Promotor, Prof Dr Romli Atmasasmita SH, LLM.

"Saudara provendus, pertama-tama saya ingin menyampaikan apresiasi saya untuk saudara, karena semula saya ragu apakah saudara bisa mengikuti program ini secara teoritik. Karena dalam praktek memang apa yang saudara sampaikan dan terus terang Pasal 14, asas kekhususan sistematis tidak pernah dijalankan. Itulah suatu pengakuan yang jujur bagi saya. Sebagai kandidat calon Doktor yang berupaya menemukan kebenaran di dalam keilmuan Saya apresiasi yang satu itu," ujar Romli seperti tertuang dalam keterangan pers, Rabu (28/1/2015).

Romli juga mengapresiasi keberanian Andhi yang melawan arus dengan melakukan pendekatan analisis ekonomi tentang hukum pidana. Di mana, saat ini yang populer adalah menghukum lebih baik daripada mengembalikan kerugian negara.

"Dalam disertasi ini saudara provendus telah memasukan hal baru. Hal baru yang juga sedang saya susun dalam sebuah naskah buku, pendekatan analisis ekonomi tentang hukum pidana. Nah ini baru. Dan ini tentu akan didalam praktek nanti, melawan arus yang sekarang sangat populer “bahwa menghukum lebih baik daripada mengembalikan kerugian negara”. Itu persoalan baru, jadi perlu tantangan. Tapi ini harus diperjuangkan, karena negara-negara maju sekalipun lebih mengutamakan bagaimana menyelamatkan ekonomi dan keuangan daripada semata-mata menghukum pelakunya," ujarnya.

Disertasi Andhi juga mendapatkan apresiasi dari tim promotor, Prof, DR Muladi SH.

"Saya senang sekali melihat disertasi ini karena menyangkut asas. Jadi kalau lagu itu, itu lagu seriosa. Mungkin yang mendengarkan bosan tapi sebetulnya bahwa ini suatu prinsip yang sangat penting bukan lagu-lagu pop saja yang bisa disulap,namun lagu seriosa juga sangat penting yang mendasari jalannya pemusik. Yang kedua, tadi Pak Romli memberitahukan anda lulusan S1 Untag Semarang, saya yakin di sini ada yang dari Untag. Yang ingin melihat apakah lulusan Untag ini bisa jadi Doktor atau tidak," ujar Muladi.

Disertasi itu berhasil dipertahankan oleh Andhi, Senin (26/1) dihadapan ratusan undangan yang hadir. Para undangan yang hadir di antaranya, Ketua DPR, Setya Novanto, Ketua Komisi III, Aziz Syamsudin,hakim MK, Patrialis Akbar, mantan wakil jaksa agung, Darmono dan PLT Gubernur Banten, Rano Karno.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini