TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemandangan menarik terjadi saat Komisi III DPR menggelar rapat dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Anggota Komisi III DPR I Putu Sudiartana bercerita saat terjadi bom Bali Oktober 2002.
Menurut Putu, peristiwa itu bukan persoalan agama. "Ini bukan agama, saya terima kasih soal teroris. Gara-gara teroris saya jadi masuk politik," kata Putu saat bercerita di Komisi III DPR, Jakarta, Kamis (29/1/2015).
Ia bercerita peristiwa Bom Bali membuat usahanya hancur. Usahanya di perhotelan dan pariwisata tutup. Sebab, jumlah wisatawan ke Pulau Dewata itu melorot.
"Saya punya di Jimbaran karena hutang terjual, ada lagi pak di tempat lain, terjual juga, pak," kata anggota Fraksi Demokrat itu kepada Kepala BNPT Saud Usman Nasution.
"Bayangkan Pak, saya harus bayar gaji karyawan Rp175 juta per bulan," tutur Putu.
Anggota Komisi III DPR yang lain pun tersenyum mendengar kisah Putu. Bahkan anggota dewan di sebelah Putu menepuk pundaknya. Lainnya memberikan tisu kepada Putu.
"Bisnis hotel dan restoran kejual. Saya ingin bapak terjun ke Bali. Saya bangga dengan BNPT dan Densus 88," ujar Putu lagi.
Beruntung, kata Putu, pelaku teroris Bali akhirnya ditangkap petugas. Putu yakin akan hukum karma. Untuk itu, ia meminta BNPT membuka cabang di Bali.
"Apapun namanya Pak. Bukan apa-apa. Kita sempat takut. Ke pasar pun, saya sama istri saya, takut," imbuhnya.