TRIBUNNEWS.COM - Semua sepakat perlunya mengembangkan kebun buah berbasis industri untuk menjadikan buah Indonesia memimpin pasar dunia ataupun domestik. Namun, kenyataannya, hingga saat ini pertumbuhan kebun buah skala luas sangat lamban.
Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Hasanuddin Ibrahim, Senin (2/2), di Jakarta, mengatakan, Kementerian Pertanian sebagai kementerian teknis dalam produksi buah nasional sesungguhnya siap membantu kebutuhan pemodal.
”Pengetahuan untuk pengembangan agroindustri buah sudah dimiliki, mulai dari perbenihan hingga pasar. Tinggal menunggu komitmen dan kesungguhan pemodal berinvestasi,” katanya.
Pemerintah juga mempunyai Balai Penelitian Tanaman Buah yang terpusat di Solok, Sumatera Barat, dengan kebun benihnya yang tersebar di seluruh Nusantara, seperti Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropik di Malang, Jawa Timur.
Ada pula PT Riset Perkebunan Nusantara yang mempunyai laboratorium bioteknologi untuk percepatan penggandaan benih.
”Semua sudah kita punya. Yang belum punya keyakinan, kemauan, kesungguhan, dan keberpihakan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Hasanuddin mengkritik para investor yang senang hanya berbisnis dalam bidang perdagangan, importasi, yang cenderung memburu rente.
Kepala Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian Banun Harpini mengatakan, tidak ada pilihan, bahwa pengembangan buah nasional harus berbasis industri. ”Kita tidak bisa lagi bersandar pada tanaman buah warga yang terpencar-pencar, hanya punya lima pohon di pekarangan rumah,” ujarnya.
Untuk kebutuhan pasar ekspor, perlu kontinuitas pasokan buah. Pada era perdagangan bebas, semua harus efisien. Buah yang diproduksi pun harus memenuhi syarat keamanan pangan.
Semua syarat itu tidak bisa dipenuhi dari tanaman buah yang terpencar-pencar. Sekalipun ada pengepul, cara tersebut tidak akan efisien. Kontinuitas juga tidak terjamin. Ekspor pun tidak bisa dipastikan berkelanjutan. Padahal, bisnis adalah kepercayaan.
Ketua Harian Dewan Hortikultura Nasional Benny A Kusbini berharap, keberhasilan Indonesia menekan konsumsi buah-buahan impor dalam tiga tahun terakhir harus dibarengi peningkatan produksi dan kualitas buah lokal. Dengan demikian, konsumen mempunyai banyak pilihan buah lokal yang lebih sesuai dengan selera mereka.
Mulai berkembang
Di beberapa daerah, kata Hasanuddin, mulai berkembang kebun buah dalam skala luas. Di Banyuwangi, Jawa Timur, misalnya, ada kebun buah naga seluas 1.000 hektar. Di Kutai Kartanegara ada 1.500 hektar dan terus bertumbuh.
Di Lampung ada kebun buah skala besar milik Great Giant Pineapple (GGP) dengan lahan hak guna usaha (HGU) 30.000 hektar. Di Lampung juga ada kebun buah seluas 2.000 hektar milik Nusantara Tropical Fruit yang memproduksi pisang Cavendish yang menggemparkan pasar.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Panggah Susanto mengatakan, potensi buah tropis Indonesia pun kini dilirik investor. ”Saat ini sudah ada investasi pengolahan buah tropis di kawasan industri Candi, Semarang, Jawa Tengah, yang mengolah buah produksi petani,” kata Panggah.
Sementara itu, petani dan pegiat jambu air di Desa Mlatiharjo, Kecamatan Gajah, Demak, Heri Sugiartono, mengatakan, jambu merah delima dan citra sudah berkembang luas. Kini petani yang menanam pun banyak.
Petani manggis di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, berharap perbaikan tata niaga dan pengawasan buah diimbangi peningkatan teknologi sesudah panen buah lokal. Tanpa perbaikan, potensi besar buah lokal Indonesia sulit terbangun dengan baik.
Jeruk siam banjar pun masih menjanjikan untuk dikembangkan di wilayah Kalimantan Selatan. Jeruk ini tidak sulit dipasarkan dan mampu bersaing dengan buah impor yang beredar di pasaran.
”Jeruk siam banjar salah satu komoditas hortikultura unggulan Kalimantan Selatan sehingga akan terus dikembangkan,” kata Pelaksana Harian Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Provinsi Kalsel Fathurrahman di Banjarbaru. (ESA/CHE/JUM/ETA/WHO/ODY/NIT/DIA/MAS/NAD/CAS/HEN)