TRIBUNNEWS.COM - Dengan kekuatan partai politik pendukung di parlemen yang tak besar, pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla sedari awal diyakini bakal menemui berbagai rintangan.
Sejak sebelum dilantik, banyak yang membaca hambatan akan muncul dari pihak Koalisi Merah Putih sebagai lawan politik. Namun, publik kini lebih merasa terenyak terutama karena rentetan masalah yang muncul justru disorongkan parpol pendukung Jokowi-JK.
Meski hal ini sudah terkalkulasikan, tetap saja terasa pahit karena hadir lebih cepat daripada yang diduga, kalau tak mau dikatakan prematur. Penunjukan calon Kapolri baru tereskalasi dengan cepat menjadi ”bola liar” menyusul serangkaian peristiwa yang mengikutinya.
Kecemasan terhadap nasib KPK mengalirkan sentimen negatif terhadap pemerintahan Jokowi-JK. Lantaran menyeruak menjelang 100 hari pertama pemerintahan Jokowi-JK, tak ayal hal ini tak ubahnya pemberat yang menenggelamkan capaian-capaian di bidang lain, terutama ekonomi.
Gema yang tak merambat
Pemerintahan Jokowi-JK tak pernah menyatakan memiliki program 100 hari. Meski demikian, dari berbagai pernyataannya sebelum dan setelah dilantik, segera terlihat adanya prioritas lebih kuat pada bidang ekonomi. Dalam berbagai kesempatan, Jokowi berkali-kali berbicara tentang infrastruktur, maritimisasi, serta kedaulatan di bidang energi dan pangan.
Secara kewilayahan, Jokowi berbicara prioritas pembangunan di desa, luar Jawa, dan Indonesia timur. Reformasi birokrasi, khususnya terkait perizinan investasi, menjadi tema sentral lainnya.
Selama 100 hari pertama, pemerintahan Jokowi-JK terlihat bergegas mengurai benang kusut perekonomian nasional. Sejumlah menteri di bidang ini relatif lebih cepat dan lebih tanggap dalam menerjemahkan janji-janji politik Jokowi-JK dalam pemilu presiden. Beberapa kebijakan pendahuluan yang digelontorkan sangat terasa gaya Jokowi: menyasar hal-hal yang sebelumnya terabaikan atau dihindari untuk dibenahi oleh pemerintah terdahulu.
Dari berbagai kebijakan awal yang sudah digelontorkan, ada beberapa yang menarik untuk disebut kembali meski tak semuanya dapat atensi besar dari publik.
Pertama, soal pemanfaatan APBN. Meski menyadari sebagai tindakan tak populer, Jokowi-JK bersikeras melakukan kebijakan pengalihan subsidi BBM agar tersedia ruang fiskal untuk program-program yang lebih bermanfaat bagi masyarakat luas. Kedua, soal parasit ekonomi. Ini terutama terlihat dari kebijakan Kementerian ESDM terkait pemberantasan mafia migas serta kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam menangani pencurian ikan dan persoalan ekspor-impor di subsektor perikanan.
Ketiga, kerja bergotong royong. Semangat gotong royong ini diterjemahkan oleh Kementerian BUMN dalam bentuk membangun sinergi di antara BUMN. Selain untuk meningkatkan kapasitas perusahaan, sinergi juga diarahkan agar BUMN dapat menjadi penggerak yang signifikan dalam pembangunan nasional.
Keempat, sumbatan ekonomi. Ini terpresentasikan dengan baik melalui kebijakan Perizinan Terpadu Satu Pintu yang digulirkan BKPM. Lembaga ini juga memilih fokus ke dalam negeri untuk membongkar sumbatan-sumbatan yang dari tahun ke tahun terus dikeluhkan (calon) investor.
Berbagai terobosan ini menjadi penanda penting bukti kerja menteri-menteri di sektor ekonomi meski faktanya tak semua menterinya sudah unjuk kinerja. Tidak mengherankan jika harian Kompas melalui tajuk rencananya (30/1/2015) memberi apresiasi dengan menyatakan capaian 100 hari Jokowi-JK di bidang ekonomi cukup menjanjikan.
Apresiasi senada disampaikan kalangan pengusaha yang menilai pemerintah telah mengerjakan masalah terbesarnya (Kompas, 30/1/2015). Meski demikian, gema atas pencapaian ini tak merambat sebagaimana diharapkan. Untuk sebagian kecil, proses perambatan sedikit teralihkan karena bersamaan dengan itu juga muncul informasi-informasi ala infotainment yang tertaut dengan perilaku sejumlah menteri. Sebagian lainnya bersumber dari gaya kepemimpinan Jokowi yang bersedia ”berbagi panggung” dengan para menterinya. Maka, tak terelakkan pula adanya publik yang memaknainya sebagai capaian individu menteri, bukan bagian dari produk kebijakan pemerintahan Jokowi-JK.