Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepolisian membantu Kejaksaan Negeri Sorong dan Lembaga Pemasyarakatan Sorong memburu dan mengamankan Labora Sitorus, mantan anggota Polres Sorong pemilik rekening gendut Rp 1,5 triliun.
Labora diketahui melarikan diri saat hendak dieksekusi jaksa untuk menjalani pidana penjaranya. Mahkamah Agung menolak kasasi yang disampaikan Labora. MA memvonis Labora 15 tahun pidana penjara, dengan denda Rp 5 miliar.
"Saat ini sudah dibentuk tim bersama untuk mencari Labora Sitorus dan memang saat ini masih belum ditemukan," ujar Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Komisaris Besar Rikwanto di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (6/2/2015).
Rikwanto menegaskan, kaburnya Labora Sitorus ini menjadi tanggung jawab pihak kejaksaan. Kasusnya mencuat medio 2013. Anggota Polres Sorong, Papua Barat, itu terlacak PPATK memiliki 'rekening gendut' hingga Rp 1,5 triliun.
Dalam proses hukum di kepolisian hingga Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Sorong, ia justru hanya divonis dua tahun penjara atas pidana kepemilikan BBM ilegal dan pembalakan liar. Ia lolos dari tuntutan tindak pidana pencucian uang.
Kejaksaan Tinggi Papua mengajukan banding atas putusan itu hingga akhirnya Pengadilan Tinggi setempat memvonis polisi pemilik rekening gendut itu delapan tahun penjara.
Labora Sitorus lantas mengajukan kasasi putusan itu ke Mahkamah Agung (MA). Bukan berkurang, hukuman Labora Sitorus justru bertambah menjadi 15 tahun penjara. Saat hendak dieksekusi Oktober 2014, Labora tak berada di dalam selnya di Lapas Sorong.
Belakangan diketahui, dia kabur dari lapas saat izin berobat sejak April 2014. Hingga saat ini dia bisa tinggal tenang di rumahnya, tambak garam Sorong. Sejumlah awak media pun sudah mewawancarainya di tempat tersebut.
Jaksa, petugas lapas dibantu kepolisian sudah pernah berupaya menangkapnya. Namun, upaya itu gagal karena sejumlah warga menghalangi petugas.
Upaya persuasif dengan lobi yang dilakukan oleh petugas juga gagal karena Labora merasa sudah bebas dengan diperolehnya surat bebas dari Lapas Sorong. Belakangan diketahui surat bebas itu hasil manipulasi alias ilegal.
Para petugas sulit mengeksekusi Labora, karena mendapat bantuan sebuah jaringan, termasuk oknum aparat.