News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Budi Gunawan Tersangka

PBH Peradi: Putusan Praperadilan BG Meluluhlantakkan Struktur Hukum

Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Polri mencukur rambutnya sebagai perwujudan sukur atas dikabulkannya pra peradilan Komjen Pol Budi Gunawan atas Komisi Pemberantasan Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (16/2/2016). Hakim tunggal Sarpin Rizaldi menolak semua eksepsi KPK dan mengabulkan permohonan penggugat terkait penetapan status tersangka Komjen Pol Budi Gunawan oleh KPK. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Putusan Hakim tunggal Sarpin Rizaldi yang memenangkan Komjen Budi Gunawan di sidang praperadilan dinilai telah meluluhlantakkan struktur hukum yang ada.

Hal itu diutarakan oleh Ketua Pusat Bantuan Hukum Perhimpunan Advokat Indonesia (PBH Peradi), Rivai Kusumanegara, Senin (16/2/2015).

"Putusan praperadilan yang dibuat oleh Sarpin Rizaldi telah meluluhlantakkan struktur hukum yang telah dibangun sejak merdeka sampai era reformasi saat," ujar Rivai.

Diterangkan Rivai, beberapa alasan putusan tersebut telah meluluhlantakan struktur hukum ialah pertama karena Sarpin telah menciptakan hukum (rechtsvinding) dalam hukum acara atau formil. Dimana sebenarnya itu tidak dimungkinkan dalam menafsirkan hukum materiil.

Kedua karena putusan tersebut mengesampingkan semua yurisprudensi Mahkamah Agung (MA) yang pernah ada. Ketiga karena mempersempit pengertian penyelenggara negara, yang notabene bertentangan dengan putusan-putusan pengadilan terdahulu.

"Termasuk putusan itu bisa juga melahirkan ribuan gugatan praperadilan terhadap semua penyidikan yang dilakukan Polri, Jaksa, dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)," kata Rivai.

Padahal menurut Rivai, penetapan tersangka merupakan kewenangan administratif yang belum menimbulkan dampak memaksa atau pembatasan hak.

Pasalnya sekalipun KPK belum memiliki sistem yang menjamin tidak terjadinya penyalahgunaan wewenang dan dalam prakteknya kerap menjadi lembaga superbody yang mengesampingkan HAM serta asas praduga tidak bersalah, seperti larangan saksi didampingi dan cekal dalam tahap penyelidikan.

Tapi tidak sepatutnya dibayar dengan putusan perperadilan yang justru malah meluluhlantakan struktur hukum yang telah terbangun selama ini.

"Ketidakpatutan itu hanya bisa diselesaikan dengan membangun sistem yang patut, adil dan menghormati HAM," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini