Penyelamatan
Di tengah situasi yang makin tak memihak KPK, lembaga anti korupsi ini hanya mungkin diselamatkan dengan keberanian melakukan langkah darurat. Bila perlu tidak tunggal. Bagaimanapun, langkah darurat perlu sebagai bagian dari penyelamatan agenda pemberantasan korupsi.
Upaya penyelamatan yang dapat dilakukan: KPK harus segera mengambil langkah hukum untuk mengoreksi putusan praperadilan. Secara hukum, pilihan yang tersedia dapat dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Pilihan tentunya akan menimbulkan pro-kontra. Namun, perlu dicatat, jika hakim berani menerobos ketatnya pengaturan praperadilan dalam KUHAP, tak salah pula KPK mencoba menerobos batasan sempitnya ruang untuk kasasi. Selain itu, KPK sangat mungkin memilih jalur kedua: mengajukan upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali. Pilihan ini akan lebih menarik jika Joko Widodo konsisten dengan tidak melantik BG sebagai Kepala Polri.
Pilihan pada kedua upaya tersebut tidak sekadar koreksi atas pendirian hakim yang menerobos batasan pengajuan praperadilan. Tak juga karena putusan itu akan membuka kemungkinan setiap orang yang dijadikan terdakwa akan memilih langkah praperadilan. Lebih dari itu, putusan praperadilan telah mempersempit wewenang KPK dalam menyidik penyelenggara negara atau penegak hukum yang terindikasi melakukan korupsi. Karena itu, mengajukan kasasi atau peninjauan kembali harus dimaknai sebagai upaya memulihkan kembali salah satu mahkota KPK dalam menyidik kasus korupsi.
Selain itu, KPK harus mampu memberi keyakinan kepada publik bahwa kisruh dan segala ancaman yang mendera mereka tidak mengendurkan semangat dalam memberantas korupsi. Paling tidak, Bambang Widjojanto telah menunjukkan bagaimana harusnya bersikap dan bertindak di tengah ancaman. Bagaimanapun, dukungan publik tetap akan menggelora selama semangat di internal KPK tidak ciut karena tekanan dan ancaman yang ada.
Namun, jauh lebih penting, keberlanjutan dan masa depan KPK bergantung juga pada dukungan Jokowi. Dalam situasi seperti sekarang, Jokowi harus menyampaikan dukungan terbuka kepada KPK. Caranya: perintahkan secara terbuka kepada kepolisian untuk menghentikan kriminalisasi terhadap semua elemen di KPK. Bersamaan dengan itu, umumkan calon Kepala Polri baru yang merupakan figur yang dapat menjadikan KPK dan polisi berjalan bergandeng tangan.
Demi penyelamatan agenda pemberantasan korupsi, semua langkah itu harus dilakukan secara simultan. Bagaimanapun, banyak pihak percaya, kemampuan dan keberanian mengambil langkah dalam situasi darurat ini akan amat menentukan masa depan KPK. Memilih diam dan tidak tegas sama saja membiarkan KPK menuju liang kematian.
SALDI ISRA
Guru Besar Hukum Tata Negara dan Direktur Pusat Studi Konstitusi,
Fakultas Hukum Universitas Andalas