TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta akan mengeluarkan putusan mengenai dualisme Partai Persatuan Pembangunan (PPP) antara kubu Muktamar Jakarta yang diketuai Djan Faridz dan kubu hasil Muktamar Surabaya yang dipimpin M Romahurmuziy, Rabu (25/2/2015) besok.
Wakil Ketua Umum DPP PPP hasil Muktamar Jakarta, Fernita Darwis mengatakan, para senior partai berlambang kakbah tersebut berharap, apapun putusan PTUN, dapat diterima kedua kubu dan tidak perlu melakukan upaya banding.
"Senior PPP ingin siapapun yang dimenangkan oleh PTUN itu bisa diterima, dan tidak ada yang banding," kata Fernita Darwis dalam diskusi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (24/2/2015).
Lebih lanjut dirinya mengatakan, sejumlah tokoh senior PPP seperti Bachtiar Chamsyah, mantan ketua umum dan mantan Wakil Presiden RI Hamzah Haz, serta Ketua Majelis Syariah PPP Maimun Zubair menyatakan hal tersebut.
"Sedangkan dari pihak eksternal, Ketua PBNU Said Aqil Siraj juga berharap hal yang sama," katanya.
Mereka beralasan, kata Fernita, langkah tersebut perlu dilakukan agar konflik PPP yang telah berlangsung setengah tahun itu bisa selesai dan tidak makin berkepanjangan.
"Dan para senior PPP itu juga menginginkan agar siapapun pihak yang menang, harus merangkul yang kalah," ujarnya.
Fernita yakin bahwa putusan PTUN hari ini akan berpihak pada kubunya. Pasalnya dari berbagai persidangan yang telah dijalani, baik saksi, data, fakta, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, serta disandingkan dengan ketentuan undang-undang Partai Politik, tidak membuka ruang lain selain menyatakan PPP yang sah adalah hasil muktamar Jakarta.
"Saya berharap nanti pemerintah tidak lakukan hal-hal yang berpotensi memunculkan kegaduhan politik lagi terkait putusan PTUN ini," kata Fernita.
Sementara itu pakar hukum tata negara, Margarito Kamis, mengatakan apabila terus melanjutkan konflik maka kemungkinan PPP tidak bisa ikut serta dalam pelaksanaan pilkada serentak 2015 yang tahapannya akan dimulai Mei atau Juni mendatang. Baik PPP kubu Djan Faridz maupun Romahurmuziy dianggap tidak memiliki dasar hukum untuk mengajukan calon baik secara sendiri maupun gabungan partai.
"Keduanya tidak bisa ikut pilkada karena konflik mereka tengah diperkarakan di pengadilan," kata Margarito.
Kendati demikian, menurutnya masih terbuka peluang bagi PPP untuk ikut serta di pilkada serentak 2015.
Lebih lanjut dirinya menyarankan agar perkara perselisihan kepengurusan dibawa ke Pengadilan Negeri.
"Minta putusan sela, agar pengadilan tetapkan selama konflik belum berakhir, yang sah adalah pengurus PPP sebelumnya. Dengan demikian bisa lakukan tindakan hukum," tandasnya.