TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly menggaransi narapidana kasus korupsi mendapat hak yang sama dengan narapidana kasus lainnya. Hak tersebut yakni mendapat remisi pembebasan bersyarat.
Padahal, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012, narapidana kasus korupsi, terorisme, dan narkotika tak bisa mendapat resimi atau pembebasan persyarat.
Namun, kata Yasonna, PP tersebut diskriminatif, sehingga sudah tak tepat diberlakukan mutlak di era sekarang ini.
"Jadi remisi itu hak siapapun dia narapidana dan ini kan WB," kata Yasonna usai diskusi di Universitas Kristen Indonesia (UKI), Cawang, Jakarta Timur, Kamis (12/3/2015).
Meski demikian, menurut Yasonna, pemberian remisi kepada narapidana korupsi tetap akan melalui sejumlah persyaratan dan mekanisme. Misalnya, si narapidana bersedia menjadi Wistle Blower (yang bekerjasama dengan penegak hukum).
"Kalau tidak wistleblower tidak dikasih rimisi. Jangan membuat orang tidak punya harapan hidup," kata Yasonna.
Karena itu pemberian hukuman berat, menurut Yasonna, seharusnya sudah berada di tangan majelis hakim, sewaktu di Pengadilan. Kalau terdakwa terbukti melakukan korupsi dan bukan seorang Wistle Blower, maka harus divonis dengan hukuman berat.
"Jadi waktu lama hukumannya itu di Pengadilan, di Lapas itu pembinaan," kata Yasonna.