Tribunnews.com, Jakarta - Ketua tim kuasa hukum BW, Asfinawati menilai pernyataan jemput paksa terhadap kliennya yang disampaikan oleh Kasubdit VI Direktorat II Eksus Bareskrim Polri, Kombes Bolly Tifaona sebagai pernyataan yang tidak mendasar alias "ngawur'.
Sebab, sejauh ini BW baru dua kali menerima surat panggilan pemeriksaan saksi untuk tersangka Zulfahmi Arsyad.
"Pernyataan ngawur. Tadi, Pak BW dapat surat panggilan lagi yang kedua, masa' masih ada panggilan kedua sudah mau dipanggil paksa," kata Asfinawati melalui pesan singkat.
Menurut Asfinawati, pernyataan Kombes Bolly Tifaona itu menunjukkan adanya ketidakpatuhan alias pembangkangan yang dilakukan oleh pejabat Bareskrim terhadap Presiden Jokowi dan Wakapolri, Komjen Badrodin Haiti.
Sebab, Presiden Jokowi telah menyampaikan pidato berisi komitmen dan perintah penghentian kriminalisasi terhadap pimpinan dan pejabat KPK. Perintah Presiden Jokowi pun dikuatkan dengan pernyataan dari Sekretaris Negara, Pratikno.
Berdasarkan komitmen Presiden Jokowi itu, Plt pimpinan KPK juga telah mempunyai kesepahaman dengan Wakapolri dan Jaksa Agung untuk menghentikan pemeriksaan-pemeriksaan terhadap pimpinan nonaktif dan pegawai KPK.
Selain itu, BW selaku saksi yang tidak bisa bersedia menjalani pemeriksaan pihak Bareskrim pun sudah memberikan surat berisi penjelasan tentang adanya komitmen Presiden Jokowi dan kesepahaman Plt pimpinan KPK, Wakapolri dan Jaksa Agung.
"Jadi, pernyataan itu menunjukkan ketidakpatuhan yang bersangkutan terhadap Presiden dan Wakapolri," tandasnya.
Selain itu, lanjut Asfinawati, pernyataan dari Kombes Bolly Tifaona juga menunjukkan adanya indikasi upaya kudeta terhadap pimpinan Polri.
"Wakapolri harus mewaspadai indikasi 'kudeta' diam-diam semacam ini. Padahal, Undang-undang Polri mengatakan Polri adalah satu."
Koordinator tim kuasa hukum untuk KPK, Dadang Tri Sasongko juga menegaskan, bahwa BW selaku saksi sudah memberikan surat berisi alasan sehingga tidak bersedia untuk diperiksa oleh penyidik Bareskrim.
"Surat dari pimpinan KPK itu kan sudah kasih alasan yang jelas," kata Dadang.
Dadang pun menyarankan agar Wakapolri Komjen Badrodin Haiti dan Kepala Bareskrim Polri, Komjen Budi Waseso terlebih dahulu melakukan konsolidasi internal dalam menyikapi perkara pidana yang berkaitan dengan BW ini.
Sebab, Wakapolri sendiri mengakui pihaknya akan menghentikan sementara perkara pidana yang berkaitan dengan pimpinan nonaktif dan pegawai KPK.
"Perbedaan statement (pernyataan) ke publik antara jajaran Bareskrim dan Wakapolri akan menimbulkan kesan ke publik, bahwa jajaran Polri tidak solid dalam menangani kasus BW maupun AS (Abraham Samad)," ujarnya. (Abdul Qodir)