TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Police Watch (IPW) menyayangkan penundaan pemeriksaan terhadap Ketua KPK nonaktif Abraham Samad Wakil Ketua KPK nonaktif dan Bambang Widjojanto (BW) yang dilakukan Wakapolri Badrodin Haiti.
Apalagi selama ini Samad dan BW dinilai cenderung melecehkan penyidik, dengan cara mempersulit, mempermainkan, dan mengabaikan panggilan untuk pemeriksaan. Sehingga penundaan yang dilakukan Haiti seakan mengakomodir tindakan Samad dan BW yang melecehkan Polri.
"Penundaan ini menunjukkan Haiti tidak memberi kepastian hukum dan tidak berupaya menampilkan penegakan hukum yang cepat dan efisien. Namun IPW memahami, penundaan ini bertujuan agar situasi sosial politik berjalan tenang dan datar, terutama menjelang uji kelayakan dan uji kepatutan yang akan dilakukan Komisi III DPR kepada Haiti sebagai calon Kapolri pada akhir Maret ini," ujar Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, Jumat (13/3/2015).
Hanya saja, menurutnya, penundaan ini bisa membuat para penyidik Polri, terutama yang menangani kasus Samad dan BW kecewa dan prustrasi. Sebab sebelumnya elit Polri sempat mengatakan, jika Samad dan BW tidak memenuhi panggilan penyidik akan dilakukan upaya pemanggilan paksa.
Bahkan baru dua minggu lalu, Haiti mengatakan kasus Samad dan BW tetap berlanjut. Tapi kenapa kemudian berubah, apakah karena Haiti terjebak dalam opini publik yang dilancarkan pihak tertentu, sehingga mengabaikan prinsif penanganan perkara yang cepat dan efisien.
Selain itu keputusan menunda pemeriksaan kasus Samad dan BW akan membuat citra Haiti di kalangan legislatif melorot. Haiti bisa dinilai kurang tegas dalam menangani kasus Samad dan BW.
"Keputusan penundaan pemeriksaan Samad dan BW itu sendiri terjadi setelah Wakapolri bertemu dengan para pimpinan KPK dan Jaksa Agung. Sepertinya, ada intervensi dari elit-elit institusi lain terhadap Polri. Jika intervensi ini dibiarkan, ia akan menjadi preseden, yang bukan mustahil untuk kasus-kasus lain intervensi juga akan terjadi," Neta menegaskan seraya mengatakan penundaan ini menunjukkan Polri tidak profesional dan diskriminatif.