TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Pencucian Uang Yenti Ganarsih menilai koruptor di Indonesia masih dimanjakan.
Apalagi terdapat wacana remisi dari Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Padahal pengetatan remisi bagi korupsi diatur pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Saya melihat koruptor dimanjakan. Lembaga Permasyarakatannya bagus. Berkaitan dengan remisi yang dilonggarkan, Pak SBY di bidang lain ada kekurangan, tetapi Pak SBY dalam pemberantasan korupsi lebih tegas. Ada pengetatan. Ini malah dilonggarkan," kata Yenti dalam bincang senator dengan tema 'Penegakan Hukum dan Pemberantasan Korupsi' di Senayan City, Jakarta, Minggu (15/3/2015).
Hukuman lembaga permasyarakatan (LP) juga dinilai tidak menimbulkan efek jera bagi koruptor. Apalagi, fasilitas koruptor di LP tergolong baik. "Ini penting sekali lagi, enak jadi koruptor, enak dibina. Sementara nenek-nenek malah ditahan. Ada pemanjaan terhadap koruptor termasuk remisi," ujarnya.
Selain itu, Yenti mengungkapkan adanya pandangan yang salah mengenai whistle blower. Ia mengatakan seorang tersangka korupsi bisa menjadi whistle blower saat menjalani serangkaian pemeriksaan oleh KPK. Kemudian membantu KPK menguak aktor intelektual kasus korupsi tersebut.
"Dia membuka yang lebih besar. Bukan dia yang koruptor utama, ini sangat tergantung peran dia seperti apa. Harus hati-hati," ujarnya.