News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ketua Dewan Etik Peradi: Koruptor Berhak Dapat Remisi

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Y Gustaman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dinding pembatas jalan tol lingkar luar TB Simatupang, Jakarta Selatan di penuhi lukisan mural yang penuh makna sindiran bagi penguasa. Jumat (7/6/2013). Para seninan jalanan ini mengekspresikan keadaan bangsa ini dengan guratan gambar jalanan. (Warta Kota/Adhy Kelana)

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Edwin Firdaus

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Dewan Etik Peradi Sugeng Teguh Santoso menilai Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 dianggap terlalu diskriminasi, apalagi warga binaan kasus korupsi sesuai UU Pemasyarakatan berhak menerima remisi.

Menurut Sugeng, negara sudah cukup memberikan koruptor hukuman lewat Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menjadi peraturan khusus untuk diterapakan dalam kasus korupsi.

"Semangat pemberantasan korupsi sebetulnya sudah tercapai lewat undang-undang dan keyakinan hakim dalam memutuskan perkara, bukan pada pemberian remisi bersyarat PP 99. Itu justru melanggar HAM," ujar Sugeng dalam diskusi "Remisi dalam perspektif penegakan hukum, HAM dan Pemberantasan korupsi" di bilangan Tebet, Jakarta, Minggu (29/3/2015).

Sugeng juga menilai PP 99/2012 bertentangan dengan UU 12 Tahun 1995 Tentang Permasyarakatan yang menyatakan narapidana berhak mendapatkan pengurangan masa tahanan. Di dalamnya tidak mengatur pembatasan remisi bagi terpidana korupsi.

"Perlu diingat PP merupakan turunan undang-undang yang taat pada asas hierarki perturan perundang-undangan. Setiap perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan di atasnya," terang Sugeng

PP 99 juga bertentangan dengan UU Nomor 39 Tahun 99 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Dalam hal ini dijelaskan beberapa hak yang tidak bisa dicabut di antaranya mendapatkan perlakukan sama dimata hukum.

"Oleh karena itu, sejatinya PP 99 tahun 2012 ini batal demi hukum, sebab bertentangan dengan perundang-undangan yang lebih tinggi," imbuh Sugeng.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini