TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional akan mengubah regulasi untuk mempercepat waktu pembuatan sertifikat tanah.
"Kami akan mengubah peraturan pemerintahnya. Mungkin Juli sudah akan kita mulai," kata Menteri ATR/BPN Ferry
Mursyidan Baldan dalam keterangan yang diterima, Senin (30/3/2015).
Selain memangkas waktu, Ferry berkomitmen akan membenahi layanan pembuatan sertifikat. Kementerian Agraria tak
akan menerima berkas pengajuan sertifikat yang belum lengkap.
"Tak boleh ada yang diproses jika berkas belum lengkap," katanya.
Pemangkasan juga akan dilakukan untuk tarif pembuatan sertifikat. Sekaligus mengubah cara pembayaran yang awalnya
tunai menjadi nontunai dengan cara mentransfer uang lewat bank.
"Ini untuk menghindari pungutan yang tak perlu. Sehingga, masyarakat tahu berapa sebenarnya biaya membuat
sertifikat," ujarnya.
Menurut Ferry, perubahan regulasi juga termasuk membenahi bentuk fisik sertifikat tanah dari yang berlembar-lembar
menjadi hanya satu lembar.
"Kami ingin menyiapkan sertifikat sederhana, tetapi punya delapan titik keamanan yang di dalamnya memuat foto
pemilik," katanya.
Dalam pelaksanaanya, pembuatan sertifikat dengan keamanan bertingkat itu akan bekerjasama dengan Perum Peruri.
Kementerian Agraria fokus menyusun dan membenahi pengadministrasian tanah selama 2015, yakni pembenahan bea dan
pungutan tanah, serta memangkas jenis-jenis hak atas tanah yang dinilai terlalu banyak.
"Mungkin nanti BPN hanya mengeluarkan hak pakai dan hak milik. Agar sederhana dan simpel," katanya.
Penyederhaan ini juga berlanjut pada pungutan atas hak pakai tanah.
"Betapa banyak pungutan atas tanah yang tak mendatangkan manfaat bagi masyarakat," kata Ferry.
Di sinilah kemudian tercetus untuk menghapus pajak bumi dan bangunan (PBB) bagi masyarakat menengah ke bawah dan
nilai jual objek pajak (NJOP). Termasuk memperketat regulasi hak guna usaha (HGU).