Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Tim Penasihat hukum Suryadharma Ali (SDA), Humphrey Djemat meyakini permohonan praperadilan yang diajukan pihaknya akan dikabulkan hakim. Keyakinan itu berdasarkan fakta persidangan yang muncul memperkuat permohonannya.
"Kalau kita lihat fakta-fakta persidangan, kita optimistis. Tentu kita bisa lihat fakta-fakta yang diungkapkan apakah memang bisa memutuskan bahwa penetapan tersangka tidak sah. Dari ahli bisa tergambarkan bahwa pengadilan harus menemukan hukum," kata Humphrey di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (7/4/2015).
Humphrey menuturkan 'Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely' ternyata berlaku pula di KPK, sebab tidak adanya pengawasan yang secara eksternal dan horizontal menilai kinerja mereka selama ini.
Menurutnya hal itu terbukti dari fakta persidangan yakni dua orang saksi KPK yang juga penyelidik dan penyidik, Edy Wahyu Susilo dan Sugiarto menyatakan saat mereka bertugas di Arab Saudi dengan biaya negara ternyata mereka berdua juga melakukan ibadah umroh.
Selain itu kata Humphrey, saat penyelidik dan penyidik KPK melakukan pemeriksaan dan interview di Arab Saudi ternyata mereka tidak memperkenalkan diri sebagai penyidik KPK dan tidak menjelaskan tujuan dilakukannya interview, serta tidak melalui otoritas hukum Arab Saudi dalam melakukan penyelidikan kasus Suryadharma Ali.
"Berdasarkan fakta persidangan ternyata terungkap bahwa KPK mendapatkan 2 (dua) bukti permulaan hanya berdasarkan pada berita acara permintaan keterangan saja, yang secara formil belum dapat dikualifikasikan sebagai alat bukti keterangan saksi. Selain itu semua dokumen-dokumen yang dinyatakan bukti di tingkat penyelidikan hanya berupa fotokopi," tuturnya.
Humphrey menjelaskan, mengenai unsur kerugian negara yang mana harus ada pembuktiannya yang sah ternyata hanya dibuktikan melalui perhitungan sendiri oleh tim penyelidik. Dan menurutnya, sampai saat ini belum ada badan independen yang berwenang untuk melakukan audit memberikan perhitungan kerugian negaranya.
"Bahkan, menurut saksi KPK Sugiarto penyidik KPK, KPK pernah mengirim surat kepada BPKP meminta bantuan untuk menghitung kerugian negara namun sampai saat ini BPKP belum memberikan hasil perhitungan," ujarnya.
Malahan kata Humphrey, pihak SDA telah mendapatkan surat keterangan dari BPK yang menyatakan sampai saat ini BPK belum pernah menerima permohonan dari KPK untuk melakukan audit investigasi di dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2010-2013.
"Bahkan di dalam persidangan terungkap tidak ada bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan status tersangka SDA karena alat bukti keterangan saksi dan juga dokumen-dokumen asli diperoleh setelah penetapan tersangka dilakukan dan pada saat yang bersamaan dikeluarkan surat perintah penyidikan," ucapnya.
Mengenai mengajuan praperadilan terhadap status tersangka, menurut Humphrey, berdasarkan keterangan ahli baik dari pemohon maupun KPK mempunyai pendapat yang sama bahwa praperadilan berwenang untuk memeriksa permohonan di luar dari ketentuan pasal 77 KUHAP atau hakim dapat memeriksa dan memutuskan permohonan praperadilan di luar ketentuan pasal 77 yang berlaku.
Menurutnya, hal itu sudah dilakukan sebelumnya oleh banyak hakim berkaitan dengan pasal 244 KUHAP yang menyatakan putusan bebas tidak bisa diajukan banding/kasasi. Dan hal itu terjadi 1 tahun setelah KUHAP diberlakukan.
"Bahkan Ahli dari KPK yang dihadirkan pada persidangan yaitu Yahya Harahap menyatakan antara lain bahwa boleh pihak lain mengajukan praperadilan diluar pasal 77 KUHAP dan hakim diberikan kewenangan untuk memperluas kewenangannya dalam konteks keadilan," katanya.
"Sebab KUHAP itu pada dasarnya menjunjung keadilan dan kemanusiaan. Selanjutnya ketika ditanya terkait ditetapkannya seseorang sebagai tersangka kemudian baru dicari alat buktinya, Ahli menerangkan bahwa itu sama dengan membiarkan orang seperti anjing kurap terseok-seok adalah suatu tindakan yang biadab," tandasnya.