Laporan Wartawan Tribunnews.com, Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hidup Mutmainah mendadak berubah. Karyawati di salah satu bank millik negara di Lampung itu mulai terbiasa melancong ke negeri tetangga seperti Malaysia dan Singapura, setelah mengenal seorang nasabah berinisial MH pada Januari 2014.
Mulanya hanya sebagai nasabah biasa. Tapi lama kelamaaan keduanya memiliki hubungan spesial. Ina panggilan akrab Mutmainah merasa nyaman dengan nasabah yang satu ini, hakim di Pengadilan Negeri Kalianda, Lampung.
Jabatan hakim di Kalianda cukup mentereng bagi Ina. Meski tak muda lagi, Ina jatuh cinta kepada MH yang saat itu mengaku masih perjaka. Namanya orang jatuh cinta, keduanya kerap jalan-jalan bermesraan.
Satu kali MH sempat berjanji untuk menikahi Ina sampai terbuai. Merasa yakin akan dinikahi, Ina sudah merasa MH adalah calon suami pilihannya sampai bersedia berhubungan di luar nikah laiknya suami istri.
"Karena selama pacaran dia (Ina) sering diiming-imingi janji untuk dinikahi MH," cerita penasihat hukum Ina, Dian Farizka, ketika dihubungi di Jakarta, Rabu (8/4/2015).
Sampai akhirnya, Ina mengandung janin buah hubungan dengan MH. Ina pun menagih komitmen MH yang dulu pernah diucapkannya. Bukannya dinikahi, Ina diminta sabar menunggu karena MH masih memproses cerai istrinya.
Ina bukan main kecewa terhadap MH. Apalagi ia dipecat perusahaannya karena hamil. Hubungan keduanya semakin memburuk. Ina merasa MH punya gelagat lari dari tanggung jawabnya.
Sampai Ina melahirkan pada 12 Februari 2015 lalu, MH tak kunjung menikahinya. Ia pun hilang tanpa kabar. Beruntung masih ada keluarga Ina yang menemaninya melahirkan dan membiayai persalinannya.
"Usia bayinya dua bulan dan dirawat di keluarganya di Lampung. Saat Ina melahirkan pun MH datang juga tidak. Kan setidaknya memberikan support saat melahirkan" kata Dian.
Berbekal semua yang menimpa dirinya, Ina memutuskan melaporkan MH ke Badan Pengawasan Hakim di Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial (KY). Tapi bukan diberhentikan sebagaimana rekondasi KY, hakim MH hanya dinonpalukan sementara oleh MA.
"KY merekemondasikan pemberhentian tetap dengan hak pensiun, Tapi Bawas MA mengeluarkan putusan berbeda, yakni nonpalu selama 2 tahun," kata Dian.
Ina merasa dirugikan atas perbedaan putusan tersebut. Akhinya ia mengajukan uji materi Pasal 32 A ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung dan Pasal 39 ayat 3 UU Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Apalagi tertuang dalam Pasal 24B ayat 1 UUD 1945, menyebutkan bahwa hanya KY yang berwenang mengawasi hakim, bukanlah MA.
Komisioner KY Imam Anshari Saleh mempertanyakan alasan MA tidak menjalankan rekomendasi KY dalam kasus hakim MH ini. Justru MA melakukan 'penyelidikan' sendiri dan memutus tanpa melibatkan KY.
"KY usulkan sidang MKH (Majelis Kehormatan Hakim) dengan sanksi pemberhentian, tapi MA sudah lebih dahulu menonapalukan (MH) selama dua tahun. Entah kenapa MA tidak mentaati UU tentang KY," ujarnya.
Tribun sendiri belum mengkonfirmasi ke pihak hakim MA. Adapun Mahkamah Konstitusi menjadwalkan sidang perbaikan permohonan pada pekan depan.