BACA: Manusia Penyusup ke Roda Pesawat Garuda Kerap Kedinginan
Ketika pesawat naik ke ketinggian, proporsi oksigen memang tidak berubah, tetapi tekanan akan mengalami perubahan.
Perubahan tekanan akan memengaruhi jumlah oksigen yang dapat diserap oleh tubuh.
Keterbatasan menyerap oksigen menyebabkan tubuh kekurangan senyawa unsur penting itu, disebut hypoxia.
Kondisi hypoxia, seperti diberitakan Livescience, 12 September 2012, akan menyebabkan rasa lemas, tremor, hilang kesadaran, tak mampu melihat, dan kematian.
Manifestasi dari hypoxia dapat berupa badan yang membiru akibat kekurangan oksigen.
Itulah yang mungkin terjadi terhadap Mario.
Telinga berdarah dapat terjadi akibat berada di daerah tekanan ekstrem, seperti di ketinggian.
GA 177, menurut VP Corporate Communication Garuda Indonesia, Pujobroto, terbang selama 1 jam 10 menit dari Pekanbaru ke Jakarta dengan ketinggian jelajah 30.000-40.000 kaki.
Pada ketinggian itu, suhu diperkirakan berkisar antara -45 hingga -65 derajat celsius.
Dalam kondisi suhu sangat rendah, tubuh bisa mengalami hipotermia hingga akhirnya mati membeku.
Panas dari mesin pesawat dan gesekan dengan udara kemungkinan bisa memberikan kehangatan, tetapi itu tak cukup untuk mengatasi hipotermia.
Memang, ada kasus orang selamat setelah menjadi stowaways. Yahya Abdi, remaja berusia 16 tahun dari Etiopia, selamat setelah menjadi stowaway di pesawat Boeing 737 yang terbang dari San Jose ke Hawaii dalam waktu 5,5 jam.
Namun, seperti diberitakan BBC, 12 September 2012, persentase orang selamat setelah stowaway hanya 24 persen.
Dengan demikian, stowaway bukan sesuatu yang bisa dilakukan dengan alasan apa pun.
Langkah Mario dan yang lainnya tak perlu ditiru.