TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum bagi dua terpidana mati Bali Nine mendaftarkan gugatan mereka ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam gugatannya tersebut mereka mempertanyakan proses keputusan Presiden Indonesia Joko Widodo yang menolak permohonan pengampunan hukuman mati duo Bali Nine.
Setelah gugatan atas putusan penolakan grasi yang diajukan Myuran Sukumaran dan Andrew Chan kalah di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), kini kuasa hukum mereka berusaha menggunakan taktik lain.
Inneke Kusuma dari firma kantor hukum Indonesia yang mewakili kedua terpidana mati tersebut telah mendaftarkan berkas gugatan mereka sebanyak dua kotak ke Mahkamah Konstitusi.
Menurutnya tim hukum Bali Nine mendaftarkan dua kasus gugatan di MK. Gugatan pertama mengenai UU yang mencegah warga asing mengajukan kasus di Pengadilan Mahkamah Konstitusi dan gugatan yang lainnya adalah mempertanyakan kewenangan Presiden untuk mempertimbangkan permohonan grasi secara teliti.
Kusuma mengatakan mereka akan meminta pemerintah menunda jadwal eksekusi hingga proses dari gugatan kedua kasus mereka di MK selesai rampung.
Awal pekan ini, Jaksa Agung Indonesia mengatakan gugatan kedua terpidana mati ke Mahkamah Konstitusi tidak akan menghentikan proses eksekusi mati keduanya.
Muhammad Prasetyo mengatakan kedua warga Australia itu tidak memiliki opsi hukum lain lagi, keputusan MK nantinya hanya akan bisa diterapkan pada kasus dimasa mendatang.
"Kita tidak akan menunggu lagi, kita tidak akan menghentikan eksekusi mati," katanya.
Indonesia awalnya berencana untuk melakukan eksekusi mati terhadap Bali Nine pada bulan Februari, namun tetapi setelah kecaman internasional, setuju untuk membiarkan banding hukum menjalankan program mereka.
Indonesia kembali melakukan eksekusi pada tahun 2013 setelah absen lima tahun.
Tahun 2014, Indonesia tidak melakukan eksekusi mati dan baru awal Januari tahun ini, pemerintah Indonesia melakukan eksekusi mati terhadap 6 terpidana mati narkoba.