News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ledakan di Tanah Abang

IPW: Bom Tanah Abang Modus Baru Teroris

Penulis: Gusti Sawabi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Polisi memeriksa tempat kejadian perkara (TKP) ledakan di kawasan Kebon Kacang, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu(8/4/2015). Ledakan yang di duga mercon atau petasan ini melukai empat orang. WARTA KOTA/HENRY LOPULALAN

Tribunnews.com, Jakarta - Peristiwa ledakan di Tanah Abang, Jakpus (Rabu (8/4/2015) menunjukkan sesulit dan sekecil apapun peluangnya, kelompok radikal tetap berusaha menebar teror. Hal itu dikatakan Neta S Pane, Ketua presidium Indonesia Police Watch dalam keterangannya, Kamis (9/4/2015).

Menutut Neta, peristiwa ini sekaligus menunjukkan para teroris semakin kesulitan mendapat bahan peledak, tapi tetap menciptakan modus baru dan bahan peledak baru, yakni bom lempar.

"Dari pendataan Ind Police Watch (IPW), kasus Tanah Abang adalah modus baru kedua yang dipertontonkan kelompok radikal di 2015," katanya.

Kasus pertama adalah ledakan di Gedung ITC Depok, Jawa barat. "Tujuan yang ingin dicapai
adalah efek kebakaran hebat tapi untungnya gagal. Kedua, bom lempar Tanah Abang. Efek yang ingin dicapai adalah ledakan kecil tapi di banyak tempat, yang melukai korban dengan tebaran paku. Untungnya, Polri berhasil dengan cepat menyita puluhan bom lempar itu," jelasnya.

Neta menduga, para teroris berusaha melakukan aksi balas dendam, setelah basis kekuatannya diobrak-abrik Polri di sepanjang 2013 dan 2014.

"Sasaran mereka tidak lagi kepentingan asing, tapi ledakan-ledakankecil di pusat-pusat keramaian. Sehingga format bahan peledak yangmereka buat berbentuk mini agar efektif dan efisien. Biasanya yangahli dalam hal ini adalah Kelompok Klaten, yang beberapa waktu lalu
pernah membuat bom pasta gigi, bom baju dan bom ransel," katanya.

Menurut Neta, Kelompok Klaten tergolong kekuatan baru yang merupakan gabungan eks Moro dan
eks Afganistan.

"Selama ini ada persaingan tajam antara eks Moro dengan eks Afganistan. Sebab kelompok eks Afganistan merasa kastanya lebih tinggi dan selalu menganggap enteng eks Moro. Namun dengan munculnya ISIS keduanya terkonsolidasi lewat Kelompok Klaten maupun Kelompok Poso yang dikomando Santoso," katanya.

Terkonsolidasinya kelompok ini menurut Neta, patut dicermati Polri. "Selain itu yang perlu diantisipasi adalah orang-orang Indonesia yang bergabung dengan ISIS di luar negeri. Jika mereka pulang berarti ada tiga kelompok radikal yang berpotensi menjadi kelompok teroris di Indonesia, yakni eks Afganistan, eks Moro, dan ISIS. Saat ini ada ratusan orang Indonesia
yang sudah bergabung dengan ISIS dan ada ribuan TKI di kawasan Timteng yang berpotensi "digarap" ISIS.

"Sementara di Indonesia masih terdapat sejumlah daerah rawan radikalisme, seperti Sulteng, Jakarta, Aceh, Sumut, Lampung, Klaten, Solo, Jatim, Bima (NTB), Maluku, dan Papua," katanya.

Neta menegaskan, Polri perlu bekerja keras mengantisipasi semua ini dan IPW memberi apresiasi kepada Polri yang bekerja cepat melokalisir kasus Tanah Abang hingga berhasil menyita puluhan bom lempar.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini