TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Agama, Suryadharma Ali, melalui kuasa hukumnya, Humphrey Djemat, mengaku siap menghadapi penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi saat diperiksa sebagai tersangka pada Jumat (9/4/2015) besok.
Suryadharma akan diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2012-2013.
"Hadir besok. Siap untuk fight sama penyidik sesat di KPK yang sembarangan jadikan orang tersangka tanpa bukti-bukti yang jelas," ujar Humphrey melalui pesan singkat, Kamis (9/4/2015).
Humphrey masih mempermasalahkan penetapan Suryadharma sebagai tersangka dan jumlah kerugian negara yang belum selesai dihitung KPK dalam kasus tersebut. Ia mengatakan, penyidik telah semena-mena menjadikan Suryadharma tersangka meski belum diketahui besaran kerugian negara.
"Bahkan, katanya SDA bisa ditahan walau pun belum ada perhitungan kerugian negaranya. Ingat ini katanya kasus korupsi Rp 1,8 triliun, bukan kasus maling ayam," kata Humphrey.
Sebelumnya, pimpinan sementara KPK Johan Budi mengatakan, penetapan tersangka dengan motif penyalahgunaan wewenang sudah disertai dengan potensi kerugian negara. Johan mengatakan, meski belum final, total kerugian negara dalam kasus haji itu tengah dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Pada pemanggilan pertama sebagai tersangka, Suryadharma melayangkan surat keterangan sakit kepada KPK. Pekan berikutnya, ia kembali tidak memenuhi panggilan penyidik KPK. Saat itu, Suryadharma berdalih tengah menunggu proses praperadilan. Namun, Hakim Tati Hadiati menolak semua gugatan praperadilan yang diajukan Suryadharma Ali terhadap KPK.
Hakim memutuskan bahwa penetapan tersangka Suryadharma oleh KPK bukan merupakan upaya paksa seperti yang didalilkan pengacara pemohon. Johan mengatakan, jika Suryadharma kembali enggan diperiksa, KPK dapat melakukan upaya paksa.
Bahkan, Johan membuka kemungkinan Suryadharma akan langsung ditahan jika tidak mau kooperatif dengan KPK.
"Penahanan tergantung subjektivitas penyidik. Bisa melarikan diri, mengulangi perbuatan yang sama, menghilangkan barang bukti, atau bisa mempengaruhi saksi-saksi," kata Johan.(Ambaranie Nadia Kemala Movanita)