TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Gagasan dibentuknya Polisi Parlemen untuk memperketat keamanan di komplek parlemen Senayan, Jakarta, terus menuai pro dan kontra.
Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Jimly Asshidique menilai, Polisi Parlemen tidak dikenal dalam aturan ketatanegaraan Indonesia.
"Tidak ada polisi parlemen, polisi pengadilan, tidak dikenal dalam UU tidak dikenal, diseluruh dunia juga gak ada. Pamdal aja cuma ada unit di parlemen di kementerian dan lembaga negara itu boleh," kata Jimly kepada wartawan, di Komplek Parlemen, Senayan, Rabu (15/4/2015).
"Bisa saja ditingkatkan personil (keamanannya) bisa. Tapi tidak perlu harus khusus polisi parlemen," tambahnya.
Lebih lanjut saat ditanya perihal pembentukan Polisi Parlemen demi citra parlemen yang moderen, dirinya justru menilai kampungan.
"Bukan modern malah jadi kampungan, (terkesan) nggak aman," katanya.
Menurutnya, dalam menciptakan sesuat seperti polisi parlemen harus dengan Undang-Undang, karena berdampak pada anggaran, kefungsi-fungsi kekuasaan. Sehingga, bila namanya polisi khusus itu sekarang sama saja dengan penyidik khusus (PPNS) itu bisa diciptakan dengan perundang-undangan.
"Karena dia akan menjalankan fungsi dengan UU, seperti penyidik khusus Tipikor, kehutanan, kelautan, polisi perikanan semua itu dibentuk karena ada perintah UU," kata Jimly.
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) berharap, jangan karena adanya satu atau dua kasus yang terjadi melatarbelakangi dibentuknya Polisi parlemen.