Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kuasa hukum Rodrigo Gularte dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) meminta presiden Joko Widodo membatalkan eksekusi mati tahap dua yang direncanakan dilaksanakan setelah Konferensi Asia Afrika (KAA).
Pembatalan tersebut lantaran Rodrigo mengidap gangguan jiwa yakni Skizofrenia disorder dan Bipoler Psikopetrik.
"Kami mendesak presiden Jokowi untuk membatalkan ekseskusi bagi Rodrigo, karena mengalami gangguan jiwa," kata anggota Kontras, Putri Kanesia, di kantornya, jalan Borobudur, Menteng, Jakarta, Minggu (19/4/2015).
Sementara itu menurut tim kuasa hukum Rodrigo, Muhamad Afif, Rodrigo telah didiagnosa mengalami gangguan jiwa sejak 1982-1988, selain itu pada 1996 rumah sakit di Brazil telah menyatakan Rodrigo gangguan jiwam.
"Semua yang dikatakannya (Rodrigo), halusinasi," katanya.
Saat ini kuasa hukum Rodrigo sedang mengajukan permohonan Pengampuan ke PN Cilacap, keluarga meminta hakim melihat Rodrigo yang tidak dapat mempertanggungkawabkan pidana lantaran mengidap gangguan jiwa. Permohonan Pengampuan akan dilayangkan pada Rabu depan.
Rodrigo ditangkap petugas bea cukai Bandara Soekarno-Hatta pada 31 Juli 2004 lalu saat hendak menyelundupkan 6 Kilogram kokain melalui papan selancar. Diputus bersalah dengan vonis mati di PN Tangerang, setahun kemudian.
Grasi Rodrigo ditolak oleh Presiden Jokowi pada 5 Januari 2015 melalui Keppres No 5/G Tahun 2015.