TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Salah satu kekuatan Muhammadiyah adalah transparansi dalam pengelolaan organisasi dan amal usahanya.
Sementara rahasia Muhammadiyah bisa besar karena adanya trust dari masyarakat akan integritas tata kelola organisasi Muhammadiyah.
Demikian disampaikan mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas dalam seminar "Reformasi Organisasi Muhammadiyah Memasuki Abad Kedua" di Aula Pascasarjana UMSU, Medan, yang digelar PP Muhammadiyah, Selasa (28/4/2015).
Juga hadir sebagai pembicara Rektor Universitas Muhammadiyah Malang, Prof. Dr. Muhadjir Effendy, MAP dalam seminar yang dibuka Ketua PP Muhammadiyah Prof. Yunahar Ilyas tersebut.
Namun, lanjut Busyro, selain citra organisasi bersih, Muhammadiyah juga harus bergerak pada amar makruf nahi mungkar yang kontekstual. Tafsir Al-Maun, contohnya bisa menjadi sumber inspirasi penyusunan APBD yang pro rakyat.
"Warga Muhammadiyah dalam konteks bernegara bertugas untuk menjaga penyusunan APBD yang pro terhadap kebutuhan rakyat hingga rakyat tidak dikorbankan oleh APBD yang melegalkan perilaku korup. Karena itu Muhammadiyah bisa jadi kekuatan civil society yang besar jika bisa fokus pada isu-isu hajat hidup rakyat dan bangsa seperti korupsi, pengelolaan hutan, penguasaan tambang, trafficking dan lain-lain," ungkapnya.
Sementara itu, Muhadjir mengingatkan tentang kekhawatiran KH Ahmad Dahlan ketika akan mendirikan Muhammadiyah sebagai organisasi.
"Kiai Dahlan dulu kuatir kalau menjadi organisasi, orang Muhammadiyah sibuk mengurusi organisasi dan lupa dengan gerakannya," kata Muhadjir.
Karena itu menurut Effendy, identitas Muhammadiyah bukan hanya an sich sebagai organisiasi yang mengatur tentang aturan dan disiplin organisasi yang kadangkala menjadi sesuatu yang membatasi gerak Muhammadiyah, tetapi juga hendaknya memperhatikan state of mind yaitu suasana pemikiran Muhammadiyah yang menunjukkan kiprah Muhammadiyah dalam konteks ke-Indonesiaan dengan ciri Islam yang berkemajuan.
"Di samping itu identitas Muhammadiyah juga adalah sebagai social denominator yang menguatkan ikatan sosial antar masyarakat. Untuk itu guna melaksanakan misi perjuangannya, Muhammadiyah harus menjadikan dirinya sebagai social enterprise (perusahaan sosial), benefit producer (pembuat kemanfaatan) dan profit maker (penghasil keuntungan) dengan demikian Muhammadiyah mampu menjalankan misinya dan sekaligus mandiri dalam membiayai kegiatan dakwahnya," tandasnya.
Sementara itu, Ketua PP Muhammadiyah Dr. Haedar Nashir, MA dan Ketua PWM Sumut Prof. Dr. Asymuni yang berbicara pada sesi kedua "Transformasi Ideologi Muhammadiyah di tengah Dinamika Umat dan Bangsa" melihat bahwa kekuatan Muhammadiyah hingga bertahan lebih dari satu abad antara lain karena kualitas sumber daya manusianya, dalam hal ini secara khusus kadernya.
Kader Muhammadiyah merupakan pelaku aktif dan terseleksi yang menentukan kemajuan Muhammadiyah. Diantara kualitas kader Muhammadiyah yang memerlukan perhatian serius lima tahun kedepan ialah kader ulama, politik dan profesional.
Prof. Dr. Yunahar Ilyas, Lc.,MA menjelaskan, seminar ini dalam rangka mencari masukan untuk program Muhammadiyah pasca Muktamar ke-47 dan bagian dari syiar Muhammadiyah menjelang Muktamar pada tanggal 3-8 Agustus 2015 di Makassar.