Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kabar tak sedap dihembuskan Muhammad Rivan kepada Fairfax Media jelang dua kliennya Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, masuk daftar sembilan orang terpidana mati di depan regu tembak di Nusakambangan.
Pernyataan Rivan membuat geger karena menuding hakim persidangan yang memutus dua kliennye bersalah dalam kasus narkoba pada 2006 silam meminta suap jika hukuman keduanya ingin diringankan. Pemerintah Australia berang dan meminta informasi suap kepada hakim tersebut diselidiki.
Bahkan Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop pada 26 April lalu untuk kesekian kalinya menghubungi Menteri Luar Negeri Indonesia Retno L.P. Marusdi, agar eksekusi Chan dan Sukumaran ditunda, karena proses hukum kepada keduanya meragukan.
Wakil Presiden Jusuf Kalla memaklumi langkah Australia yang tak kenal lelah membela dua warganya itu. Namun JK menantang balik Australia membuktikan tudingan adanya suap dalam proses hukum kepada Chan dan Sukumaran.
"Ya buktikan dong, siapa pengacaranya?" Kata JK kepada wartawan di Kantor Wapres, Jakarta Pusat, Senin (27/4/2015).
JK mengingatkan proses hukum yang ditempuh dua terpidana mati itu tidak sebentar: mulai dari pengadilan negeri, pengadilan tinggi, Mahkamah Agung, hingga proses Peninjauan Kembali (PK). Tapi vonis keduanya tak berubah.
Ia meminta Australia menghormati hukum di Indonesia sebagaimana Indonesia menghormati hukum negara lain. Indonesia menghormati kedaulatan hukum di Malaysia dan di Arab Saudi, ketika mengeksekusi warga negara Indonesia.
"Sama saja seperti warga kita dihukum di Malaysia atau Saudi, kita semua protes, kita pun marah, tapi hukum tetap hukum. Saudi tetap melaksanakan hukum dia kan, kita melaksanakan hukum kita," jelasnya.