TRIBUNNEWS.COM - Pengacara terpidana mati asal Filipina, Mary Jane Veloso, ingin membuktikan bahwa kliennya tidak berniat mengedarkan narkoba di Indonesia. Ia optimistis Mary Jane akan mendapat pengampunan berupa pembatalan eksekusi mati.
"Kami ingin membuktikan Mary Jane hanya sebagai perantara. Pemerintah Filipina telah melakukan diplomasi, juga kemarin perekrut Mary Jane menyerahkan diri. Alhamdulillah Pak Jokowi mau memikirkan lagi soal ini," ujar pengacara Mary Jane, Agus Salim, saat dihubungi, Rabu (29/4/2015).
Agus mengatakan, penyerahan diri yang dilakukan tersangka perekrut Mary Jane, Maria Kristina Sergio, di Filipina semakin membuktikan bahwa Jane hanya digunakan sebagai perantara narkoba. Ia mengklaim bahwa keterangan Sergio merupakan bukti kuat bagi kasus hukum Jane.
Meski demikian, Agus mengakui bahwa bagaimanapun kliennya lalai dan bersalah karena kedapatan membawa narkoba. Namun, ia berharap hukuman yang diberikan bagi Mary Jane setidaknya lebih ringan dari hukuman mati. Tim kuasa hukum Jane masih mengkaji upaya hukum selanjutnya untuk dilakukan.
Upaya pengajuan peninjauan kembali (PK) kedua telah dilakukan Mary Jane dan ditolak oleh Mahkamah Agung. Hal itu karena adanya pembatasan pengajuan PK oleh MA.
Mary Jane ditangkap di Bandara Adi Sucipto, Yogyakarta, pada 25 April 2010 karena menyelundupkan 2,6 kilogram heroin. Ia dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri Sleman Yogyakarta pada 11 Oktober 2010.
Ia sedianya akan dieksekusi mati bersama delapan terpidana lainnya pada Rabu dini hari di hadapan regu tembak di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Namun, beberapa saat sebelum proses eksekusi dilakukan, eksekusi terhadap Mary Jane ditunda. (Abba Gabrilin)