TRIBUNNEWS.COM - Ahli psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, melihat ada kejanggalan dalam serangkaian penundaan eksekusi mati terhadap warga Filipina, Mary Jane Fiesta Veloso, di Indonesia.
Ia meragukan penyerahan diri Maria Kristina Sergio, perekrut Jane yang merupakan bagian dari jaringan sindikat narkotika internasional, pada detik-detik terakhir sebelum Jane dieksekusi.
"Bagaimana mungkin otak kejahatan narkotika mau menyerahkan diri? Dengan ancaman hukuman yang sangat berat, keluarganya terancam oleh sesama jaringan narkotika dan seterusnya? Ini sangat aneh," ujar dia kepada Kompas.com, Rabu (29/4/2015).
Pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian itu mempertanyakan, mungkinkah hati nurani Sergio terketuk melihat salah satu kurir narkotikanya ingin dieksekusi mati di negara lain. Namun, jika dikaitkan dengan karakter pelaku kejahatan narkotika, maka hal tersebut tidak dapat diterima akal sehat.
"Sergio, mafia yang terketuk hatinya? Bagian sindikat narkotika yang bertobat? Bandar narkotika yang sadar? Saya tertawa sajalah mendengar itu," ujar dia.
Reza menduga Sergio memberikan keterangan palsu soal perannya dalam perkara yang menjerat Mary Jane. Dia berharap polisi Filipina tidak menelan mentah-mentah pengakuan Sergio. Dia juga meminta pemerintah Filipina menghormati proses hukum di Indonesia, termasuk eksekusi mati terhadap Mary Jane.
Sergio menyerahkan diri ke Kantor Polisi Cabanatuan City, Filipina, Selasa (28/4/2015). Ia dan beberapa orang lain disebut-sebut sebagai pihak yang merekrut Mary Jane menjadi kurir narkotika melalui modus penipuan tenaga kerja.
Pengacara Mary Jane selama ini telah mengatakan bahwa kliennya tanpa sadar telah dijebak Sergio untuk membawa 2,6 kg heroin ke Indonesia. Mary Jane sedianya dieksekusi pada Rabu (29/4/2015) dini hari bersama delapan terpidana mati lain. Kejaksaan Agung menunda pelaksanaan eksekusi Mary Jane dan tetap mengeksekusi delapan napi lain.
"Eksekusi Mary Jane ditunda karena ada permintaan dari Presiden Filipina," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Tonny T Spontana dalam pesan singkat yang diterima media, Rabu. (Fabian Januarius)