TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penangkapan penyidik Novel Baswedan oleh penyidik Bareskrim memperlihatkan bahwa perintah Presiden Jokowi tidak dipatuhi oleh para Petinggi Polri. Padahal sebelumnya, Presiden Jokowi dengan lantang telah meminta semua pihak tidak melakukan kriminalisasi terhadap para aktor pemberangus rasuah di KPK.
Demikian dikatakan Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW), Ade Irawan saat dimintai pendapatnya, Jumat (1/5/2015).
Ade tak mau berspekulasi, bila tak patuh dengan perintah UU dan amanat Presiden, Polri saat ini tunduk dengan siapa.
"Tapi yang jelas penangkapan Novel memperlihatkan Polri tidak patuh pada perintah Presiden, yang meminta kriminalisasi dihentikan," tegas Ade.
Sebagai peneliti dan pengamat hukum, khususnya bidang pemberantasan korupsi, Ade melihat perkara Novel yang diduga melakukan penganiayaan saat menjabat sebagai Kasat Reskrim di Polres Bengkulu, sangat dipaksakan. Karena itu, Ade menduga, penangkapan Novel masih dalam rangkaian penggembosan KPK. Mengingat Novel kerap menjadi penyidik KPK yang paling depan saat melakukan tangkap tangan sejumlah pejabat dan paling getol mengungkap kasus-kasus korupsi skala besar di Tanah Air.
"Kami melihat ini bagian dari rangkaian upaya kriminalisasi kepada KPK, karena kasusnya terang benderang dan sangat dipaksakan," kata pegiat antikorupsi tersebut.
Lebih jauh dikatakan Ade, apa yang dilakulan Bareskrim saat ini bisa memperlihatkan dua hal. Pertama, karena Polri ingin memamerkan Kekuasaan, sehingga tak diganggu oleh KPK, atau kedua yakni penangkapan Novel merupakan penuntasan balas dendam Polri karena telah banyak mengungkap kebobrokan Polri.
"Mereka (Polri) ingin pamer bahwa mereka memiliki kekuasaan supaya tidak ada yang berani mengganggu seperti yang dilakukan KPK dalam penanganan beberapa kasus terkait Polri atau bagian dari upaya menuntaskan dendam kepada KPK, dimana Novel merupakan aktor penting di dalamnya," kata Ade. (Edwin Firdaus)