TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bareskrim Polri telah mengantongi sejumlah nama yang diduga terlibat kasus tindak pidana korupsi disertai Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam penjualan kondensat negara kepada PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (PT TPPI) pada 2009-2010 yang merugikan negara Rp 2 triliun.
Mereka berasal dari pihak Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas, sebelumnya BP Migas), PT TPPI dan swasta.
Seorang di antara calon tersangka berinisial DH telah terdaftar dalam Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) pihak Direktorat II Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri.
DH merupakan mantan deputi BP Migas yang diduga melakukan penunjukan langsung saat penjualan kondensat tersebut ke PT TPPI.
"Tentu lebih satu orang. Dari PT TPPI tentu ada," kata Direktur II Bareskrim Polri, Brigjen Pol Victor E Simanjuntak usai timnya menggeledah kantor SKK Migas di Gedung Wisma Mulia, Jakarta, Rabu (6/5/2015) dini hari tadi.
Menurutnya, saat ini pihaknya telah memeriksa lima orang saksi. Dan masih terus mengembangkan kasus ini.
Adapun penggeledahan di kantor SKK Migas, Gedung Wisma Mulia dan PT TPPI, Gedung Mid Plaza, Jakarta adalah dalam rangka pencarian barang bukti dan pengembangan kasus tersebut.
Dari kedua lokasi itu, penyidik menyita sejumlah dokumen, di antaranya perjanjian kontrak kerja sama, adendum-adendum kontrak kerja sama, sejumlah nota dan sejumlah bukti pembayaran atau aliran dana terkait penjualan kondensat ke PT TPPI.
Dan penetapan tersangka tinggal menunggu waktu ditemukannya alat bukti yang cukup atas pidana yang dilakukannya.
Lalu, apakah penyidik menelusuri kasus ini terhadap dugaan keterlibatan Kepala BP Migas saat itu, Raden Priyono atau RP terkait kasus ini?
"Akan kami kembangkan," jawab Victor.
Yang jelas, lanjut Victor, pengembangan kasus yang dilakukan tim penyidiknya juga diarahkan kepada pihak-pihak yang menerima aliran dana terkait penunjukkan langsung penjualan kondensat kepada PT TPPI tersebut.
Oleh karena itu, pihaknya juga melakukan koordinasi dan permintaan Laporan Hasil Analisis (LHA) transaksi mencurigakan ke Pusat Pelaporan dana Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Pasti kembangkan ke yang lainnya," ujarnya.