News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Prahara Partai Golkar

Yakin Menang, Kubu Agung: Hakim PTUN Berintegritas dan Jujur

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Gusti Sawabi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Lawrence Siburian

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) kembali menggelar sidang sengketa dualisme kepengurusan Partai Golkar, Senin (11/5/2015).

Agenda hari ini adalah penyerahan kesimpulan dari tiga pihak, yakni Munas Bali, tergugat Kementerian Hukum dan HAM dan tergugat intervensi DPP Partai Golkar hasil Munas Ancol.

Ketua DPP bidang hukum Partai Golkar kubu Agung Laksono, Lawrence Siburian, meyakini hakim PTUN mengeluarkan putusan menolak putusan Aburizal Bakrie.

Menurutnya, hakim-hakim di Pengadilan Tata Usaha Negara sangat profesional dan berintegritas sehingga akan memutuskan perkara dengan seadil-adilnya.

"Hakim-hakim di PTUN itu sangat berintegritas dan jujur. Kami yakin mereka akan memutuskan kasus sengketa ini dengan seadil-adilnya berdasarkan fakta hukum yang ada," kata Lawrence Siburian di Jakarta, Senin (11/5/2015).

Dirinya mengaku percaya pada independensi dan integritas majelis hakim dalam memutuskan perkara gugatan Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM terkait pengesahan Partai Golkar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

Karena itu, ujarnya, kubu Partai Golkar versi Munas Ancol optimistis akan memenangkan perkara yang digugat oleh kubu Aburizal Bakrie (ARB).

Lawrence mengaku memiliki tiga alasan pihaknya dapat memenangkan perkara tersebut.

Pertama, PTUN sebenarnya tidak berwenang mengadili surat keputusan pejabat tata usaha negara, dalam hal ini SK Menkumham. Hal itu didasarkan atas Pasal 2 huruf e UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang PTUN.

"SK Menkumham itu diterbitkan berdasarkan putusan badan peradilan, dalam hal ini Mahkamah Partai Golkar (MPG). Artinya PTUN tidak bisa mengadili sebuah perkara yang sudah final dan mengikat atau inkracht di sebuah badan peradilan lain," katanya.

Apalagi, keputusan MPG sudah dikuatkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dan PN Jakarta Barat.

Kedua, putusan sela yang diterbitkan PTUN tidak memiliki dasar.

"PTUN juga tidak berwenang mengeluarkan putusan sela, karena putusan tersebut diambil tidak sesuai dengan persyaratan untuk menerbitkan sebuah putusan sela," katanya

Ketiga, surat keputusan pejabat tata usaha negara (SK Menkumham) yang diadili saat ini bersifat deklaratif. Artinya, Menkumham hanya mendeklarasikan atau mengumumkan hasil keputusan Mahkamah Partai Golkar dan tindakan itu tidak mempunyai akibat hukum.

"Putusan yang mempunyai akibat hukum adalah putusan Mahkamah Partai Golkar atau bersifat konstitutif menurut hukum administrasi negara," katanya.

Sementara itu peneliti dari Para Syndicate, Toto Sigiarto, meminta kisruh parpol ini tidak dibawa ke proses politik negara, karena menghambat jalannya Pilkada serentak tanggal 9 Desember 2015.

"Jadi selesaikan dulu di tingkat internal, jangan dibawa ke proses politik negara," kata Toto.

Terkait hal itu, Lawrence mengatakan apa yang dikatakan di atas sangat benar yakni perselisihan kepengurusan partai diselesaikan secara internal sesuai amanat UU.

Tetapi yang terjadi selama ini, ada pihak yang tidak puas dengan keputusan Mahkamah Partai Golkar dan membawa kasus ini ke PTUN.

"Dan saya sangat yakin, PTUN akan memutuskan sesuai dengan amanat UU Parpol dan UU Pilkada seperti yang diinginkan oleh banyak pihak termasuk Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pilkada tersebut," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini