TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam waktu yang cukup lama negara-negara di kawasan Asia Tenggara terlibat sengketa yang rumit atas kepemilikan wilayah teritorial Laut Cina Selatan.
Permasalahan ini merupakan ancaman terbesar bagi stabilitas keamanan nasional Indonesia maupun keamanan kawasan yang selama ini sudah terjalin dengan baik diantara negara-negara dalam kawasan melalui kerjasama regional ASEAN.
Dalam rangka mencari penyelesaian atas permasalahan tersebut, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Pusat P2K-OI) mengadakan kerjasama penelitian dengan Universitas Budi Luhur.
Penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi terhadap pengembangan kebijakan terkait dengan diplomasi pertahanan Indonesia pada konflik Laut Cina Selatan.
Kerjasama tersebut dresmikan dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) oleh Dekan FISIP Universitas Budi Luhur, Denik Iswardani Witarti, Ph.D dan Kepala Pusat P2K-OI BPPK Fikry Cassidy.
Dekan FISIP UBL menyatakan bahwa penandatanganan MoU ini menandai tahap baru dalam hubungan kedua pihak.
MoU ini menyediakan platform bagi kedua pihak untuk mengembangkan sejumlah kerja sama penelitian yang lebih luas di berbagai bidang, termasuk yang terkait dengan rekomendasi kebijakan di bidang lainnya.
Oleh karena itu, Dekan FISIP UBL mengajak para dosen untuk terlibat secara lebih aktif dalam mengeksplorasi peluang kerja sama dari MoU ini dan berkoordinasi dengan mitra dari berbagai lembaga/kementerian lainnya agar MoU dapat memberikan manfaat bagi kedua pihak.