"Ada yang mau di kamar mandi tertutup yang kita kawani, tapi ada yang minta sendiri lalu kita kasih obatnya," kata Sifa
Merasa nyaman setelah berkeramas, sebagian dari mereka memanggil kawan-kawan wanita lainnya. Kepada relawan mereka memberi bahasa isyarat agar menunggu wanita Rohingya lain yang akan keramas.
"Awalnya mereka biasa saja, tetapi pas melihat betapa banyak kutu di rambut mereka yang mati terkapar mati di tanah, mereka cukup terkejut, terlihat di rauh wajahnya," ujarnya.
Sebagian wanita Rohingya mungkin tidak mau terlihat terbuka, karena kondisi tempat keramas masih terbuka dan berdampingan dengan tempat keramas laki-laki.
"Kita berfikir juga begitu mungkin bisa dipikirkan nanti ada tempat agak tertutup, agar semua wanita bisa berkeramas dengan nyaman."
Sifa juga manusia, ia masih teringat kutu sebanyak itu yang ia bersihkan seumur hidupnya. Apalagi, saat proses keramas Sabtu lalu, ia baru selesai menjelang jam makan siang.
"Bagaimana ya, agak kebayang-bayang juga sih waktu mau makan siang kemarin. Ini pengalaman mudah-mudahan jadi amal shaleh kita semua membantu meringankan derita saudara kita, " katanya.
Ia pun harus jujur mengaku bahwa keramas kali ini bukan mencuci rambut wanita biasa. Yang dicucinya adalah rambut-rambut yang lama terpapar matahari dan ganasnya ombak Samudera Hindia.
"Mungkin ini kutu yang agak besar, hitam di antara kutu-kutu lain di kepala orang yang pernah saya lihat," kenangnya. (arif ramdan)