TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Besok, 29 Mei 2019, tepat 9 tahun tragedi lumpur Lapindo terjadi. Hingga kini lumpur yang sudah menggenangi sejumlah desa itu, masih saja menyembur dari tanah milik PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ).
Rencanannya untuk mengganti aset-aset warga yang tenggelam oleh lumpur panas, pemerintah akan ikut turun tangan, dengan cara memberikan pinjaman kepada perusahaan yang dipimpin Nirwan Bakrie tersebut.
"Dananya kan sudah ada dari APBN," kata Wapres Jusuf Kalla di kantor Wapres, Jakarta Pusat, Kamis (28/5/2015).
Seperti diketahui, dalam Perpres nomor 14 tahun 2007, total yang harus dibayarkan PT Minarak Lapindo adalah sebesar Rp 3.829.011.884.620. Tetapi, yang sudah dibayar baru Rp 3.043.404.322.109. Sehingga tanggungan yang masih harus dibayar oleh Lapindo sebesar Rp 785.607.565.711.
Untuk menjamin MLJ jaya betul-betu membayarkan hak nya, pemerintah meminjamkan uang ke Lapindo, dengan agunan berupa surat-surat atas aset MLJ, senilai sekitar Rp 2,7 triliun. Pemerintah memberi waktu 4 tahun bagi MLJ untuk membayar segala hutang-hutangnya.
Hingga kini kebijakan peminjaman uang itu masih belum bisa terealisasi. Pasalnya antara pemerintah yang diwakili Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU Pera) dengan MLJ masih terus membahas teknis pinjam-meminjam uang tersebut.
"Sekarang ini mengatur perjanjiannya antara Pemerintah, dalam hal ini PU, dan Lapindo karna ini pinjaman jadi prosesnya, pengembaliannya, (nanti)bagaimana," jelasnya.