TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) SETARA Institute menilai draft Rancangan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama (RUU PUB) belum mampu menyelesaikan masalah kebebasan beragama atau berkeyakinan.
Direktur Riset SETARA Institute, Ismail Hasani, mengatakan RUU PUB tersebut hanya sebuah kebijakan karikatif yang tidak berkualitas untuk menjadi dasar menyelesaikan permasalahan.
"RUU PUB merupakan kebijakan karikatif yang tidak berkualitas. Kami mendorong tindakan berkualitas dari pemerintah. Tidak cukup hanya bertindak, tapi perlu tindakan berkualitas," tutur Ismail Hasani ditemui di kantor SETARA Institute, Jakarta, Senin (8/6/2015).
Sementara itu, Wakil Ketua SETARA Institute, Bonar Tigor Naipospos, menemukan adanya sejumlah kekurangan yang ada di draft RUU PUB tersebut.
Contohnya di dalam draft tersebut pemerintah masih memihak terhadap kelompok mayoritas. Dia menilai, kelompok mayoritas diakomodir supaya tidak ada gejolak di dalam negara.
"Draft RUU PUB berkarakter intervensionis. Berpihak kepada kelompok mayoritas. Jaminan perlindungan hak sipil dan politik tidak ada. Ini lebih kepada pendekatan keamanan. Atas dasar keamanan kelompok lemah dikorbankan," tutur Bonar.
Seharusnya dalam menangani permasalahan kebebasan beragama, dia menyarankan, presiden Joko Widodo harus bersungguh-sungguh mendukung kerja Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama.
Kemudian, membentuk tim independen yang bertugas untuk menghapus diskriminasi dan pelanggaran kebebasan beragama.
"Bisa dibuat satgas yang memberikan solusi dan tindakan konkrit," katanya.