TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wacana dana aspirasi atau usulan program pembangunan daerah pemilihan (UP2DP) sebesar Rp 20 miliar per tahun, per anggota DPR RI boleh-boleh saja dan merupakan ide yang benar.
Tetapi jika hal itu dilakukan saat tingkat pertumbuhan ekonomi yang lemah, dan menguatnya dolar Amerika, jelas momen untuk merealisasi dana aspirasi itu adalah hal yang tidak tepat.
"Situasi perekonomian kita lemah, pertumbuhan ekonomi melambat, inflasi yang tinggi ,rakyat makin kesulitan akibat kenaikan harga harga kebutuhan pokok, dan banyaknya pekerja terancam Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)," ujar anggota Komisi VI DPR RI, H Irmadi Lubis, yang dihubungi, Kamis (11/6/2015).
Irmadi menganggap momen untuk menganggarkan dana aspirasi itu sangat tidak tepat. Apa lagi perlambatan ekonomi Indonesia saat ini sangat mengkhawatirkan dan bisa dikatakan ditengah bayang-bayang resesi.
Wakil rakyat dari daerah pemilihan Sumatera Utara 1 ini meminta pimpinan DPR realistis melihat realita yang saat ini dialami rakyat akibat perekonomian yang lemah, harga-harga kebutuhan pokok naik, karyawan banyak terancam PHK, dan demo buruh yang masih berlangsung.
Irmadi tidak memungkiri jika dana aspirasi itu bisa direalisasikan dengan catatan perekonomian membaik, rakyat tidak kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup, dan keuangan negara cukup.
Irmadi Lubis juga mengkritik rencana dana aspirasi itu tidak terlebih dahulu disosialisasikan secara luas. Bahkan, anggota DPR sendiri tidak semua tahu akan direalisasikannya dana aspirasi itu.