TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tentara Nasional Indonesia sudah berkali-kali mendesak Pemerintah RI mengajukan nota protes ke Malaysia terkait pelanggaran udara yang kerap dilakukan pesawat tempur negeri jiran tersebut.
Pelanggaran batas udara dimaksud khususnya terjadi di langit Ambalat, sisi timur pantai Kalimantan.
Walaupun diungkapkan Menteri Pertahanan Indonesia, Ryamizard Ryacudu, Malaysia hanya berani masuk Indonesia jika wilayah udara Kalimantan dan Sulawesi tak dijaga.
"Sekarang kami sudah taruh pesawat di Makassar," kata Ryamizard saat berbincang dengan wartawan, Kamis (18/6/2015)
Meski begitu, Ryamizard mengatakan manuver Malaysia di Ambalat merupakan masalah kecil. Sehingga publik tak perlu risau, karena pemerintah sudah mengambil langkah waspada terhadap wilayah udara yang kerap disusupi Malaysia.
"Kalau masih terobos baru kami serang. Ini masih lewat saja. Saya sudah pantau ke sana. Kami tahu bagaimana jaga rumah," kata mantan KSAD tersebut.
Untuk diketahui, sejak dekade 1960-an, Indonesia dan Malaysia kerap bersitegang mengenai Blok Ambalat. Puncak perseteruan terjadi pada 2002 ketika Mahkamah Internasional memenangkan Malaysia pada sengketa kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan yang berada di Blok Ambalat.
Blok Laut Ambalat memiliki luas wilayah sekitar 15 KM persegi dan terletak di Laut Sulawesi atau Selat Makassar, dekat perbatasan antara Sabah, Malaysia, dan Kalimantan Timur.
Blok Ambalat menyimpan kekayaan tambang laut, utamanya minyak, meski tidak semua wilayah di blok ini kaya akan minyak mentah.
Untuk mencegah Malaysia kembali bermanuver di Ambalat, TNI Angkatan Laut dan Angkatan Udara saat ini menurut Ryamizard sudah menggelar Operasi Sakti di sekitar Blok Ambalat.
Kedua matra TNI itu menurunkan alat utama sistem persenjataan mereka seperti tiga kapal perang (KRI), dua pesawat Sukhoi Su-27 dan Su-30, dan tiga F-16 Fighting Falcon.