TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Presidium Koalisi Relawan Jokowi (KRJ), Reinhard Parapat, membeberkan tujuh alasan dasar penolakan terhadap peraturan Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) atau yang karib dikenal sebagai Dana Aspirasi Daerah Pemilihan DPR.
Pengamat hukum tata negara ini mengatakan pihaknya mendukung Presiden Joko Widodo yang menolak dana aspirasi yang telah disetujui dalam rapat paripurna DPR pada 23 Juni 2015.
Reinhard meminta Pemerintahan Jokowi-JK agar tidak mengakomodasi Dana Aspirasi Daerah Pemilih (Dapil) untuk masuk dalam pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016 nanti.
Menurut Reinhard, ada tujuh alasan kenapa masyarakat mesti menolak Dana Aspirasi Dapil DPR:
1. Menghamburkan Uang Rakyat
Menurut Reinhard, dengan menghitung 1 Anggota DPR-RI mendapatkan Rp20 miliar per tahun Dana Aspirasi Daerah Pemilihan bila dikalikan 560 jumlah seluruh Anggota dewan, ada sekitar Rp11,2 triliun rupiah per tahun uang rakyat yang harus dikuras habis.
Apabila dikalikan selama 4 tahun masa sisa jabatan DPR-RI periode 2014-2019, imbuh Reinhard, ada sejumlah Rp44,8 triliun yang digelontorkan pemerintah. Ini merupakan jumlah fantastis uang rakyat Indonesia harus dihabiskan dengan percuma.
2. Tidak Tepat Sasaran.
"Dana aspirasi dipastikan tidak tepat sasaran serta bersinergi dan akan bertabrakan dengan Rencana Program Jangka Menengah (RPJMN) yang dicanangkan pemerintah sebagai dasar pembangunan 9 Program Prioritas Unggulan Pemerintahan Joko Widodo dalam bentuk Nawa Cita," ujar Reinhard kepada Tribunnews.com, Jumat (26/6/2015).
3. Tidak Sesuai Dengan Fungsi dan Tugas DPR-RI
Reinhard mengatakan, dengan dasar pasal 80 butir j UU No 17 Tahun 2014 tentang MD3 sebagai berikut "mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan."
Jika dikaitkan dengan Program Dana Aspirasi yang telah disetujui dalam Rapat Paripurna DPR-RI, Kata Reinhard, ini tentunya sangatlah bertentangan dengan fungsi anggota DPR. DPR dinilai telah masuk di wilayah kewenangan Pemerintah (eksekutif).
"DPR telah mengambil alih kewenangan Pemerintah, yakni menjalankan pelaksana program pembangunan di daerah pemilihan masing-masing anggota DPR-RI yang seharusnya berperan sebagai Pengawas Kinerja Pemerintah sebagai mana fungsi yang telah diamanatkan didalam pasal 69 UU no 17 tahun 2014 tentang MD3," ujar Reinhard.
Di dalam UU no 17 tahun 2014 tentang MD3, pada pasal 69 ayat (1) dijelaskan, fungsi dan kewenangan Anggota DPR adalah: Legislasi, Persetujuan Anggaran dan Pengawasan, sehingga apabila dikaitkan dengan dasar pasal 80 butir j UU No 17 tahun 2014 tentang MD3, merupakan akal-akalan yang tidak masuk akal lahirnya dana aspirasi Daerah Pemilihan (Dapil) dalam bentuk Program Kegiatan DPR ini.