TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Fraksi Golkar DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak beda dengan pemerintahan sebelumnya.
Hal ini disampaikan anggota DPR RI ini, karena Presiden Jokowi tidak menyetujui dana aspirasi DPR karena alasan takut dikorupsi.
"Berarti perilaku pemerintahannya malas dan enggan meningkatkan efektivitas pengawasan pembangunan. Kalau enggan meningkatkan efektivitas pengawasan, tak ada beda antara pemerintahan Jokowi dengan semua rezim pemerintahan terdahulu," ungkap Bambang, Minggu (28/6/2015).
Ditambah lagi, argumen para menteri bahwa dana aspirasi rawan dikorupsi sebenarnya menjadi bentuk lain dari pengakuan pemerintah bahwa pengawasan pembangunan masih jauh dari efektif.
"Untuk menutup-tutupi kemalasan dan ketidakmampuan melakukan pengawasan itu, dipilih jalan pintas dengan upaya menolak dana aspirasi anggota DPR," tuturnya.
Kalau kekhawatiran itu yang dijadikan alasan utama menolak dana aspirasi, imbuhnya, perilaku pemerintahan Jokowi masih sama dengan pemerintahan terdahulu (presiden SBY), yakni malas melakukan pengawasan.
Padahal, menurut dia, sudah menjadi pemahaman bersama bahwa rendahnya efektivitas pengawasan menjadi penyebab utama maraknya korupsi di negara ini. Agenda dan tema pengawasan yang sering didengungkan selama ini hanya menjadi sarana pencitraan.
Dia tegaskan, peluang menyalahgunakan dana aspirasi nyaris tidak ada. Karena dana itu dipaku dalam struktur APBN. Dan tidak sepeser pun bersentuhan dengan anggota DPR. Apalagi, pemanfaatannya diawasi langsung oleh masyarakat setempat.
"Kalau Jokowi berambisi meningkatkan efektivitas pengawasan pembangunan, dana aspirasi DPR mestinya dijadikan tantangan," jelas dia.
Efektivitas pengawasan pembangunan pasti bisa ditingkatkan jika pemerintah tdk malas. Instrumen pengawasan dana aspirasi DPR bisa melibatkan inspektorat jenderal pada setiap pemerintahan provinsi, BPK dan BPKP tingkat provinsi. Kalau perlu, pengawasan atas pemanfaatan dana aspirasi DPR itu juga melibatkan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang kredibilitasnya sudah teruji.
"Perilaku malas dan ketidakmampuan bisa ditutupi dengan cara apa pun. Namun, kemalasan dan ketidakmampuan pemerintah itu tdk boleh mengorbankan kepentingan rakyat," tuturnya.