News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Gugatan Praperadilan

BPK: Penghitungan Kerugian Negara di Kasus Eks Wali Kota Makassar Belum Tuntas

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin, berbicara kepada wartawan di sebuah restoran di Jakarta Selatan, Selas (12/5/2015). Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan bahwa penetapan Ilham sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tidak sah secara hukum.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persidangan gugatan praperadilan mantan Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin (IAS) terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (6/6/2015) menghadirkan saksi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bernama Bagus Kurniawan. Pada persidangan itu, Bagus sebagai saksi ahli yang dihadirkan KPK justru membuat pengakuan mengejutkan.

Menurutnya, belum ada hasil final tentang kerugian negaraa pada proyek kerja sama rehabilitasi, kelola dan transfer PDAM Makassar tahun 2006-2012 dengan pihak swasta. "Jadi memang belum ada hasil perhitungan kerugian negara. Semua ini masih dalam proses," ujar Bagus di hadapan hakim PN Jaksel, Amat Khusairi.

Hanya saja, Bagus enggan menjelaskan lebih jauh tentang proses penghitungan kerugian negara itu. Sebab, penghitungan itu masih dalam proses sehingga angkanya pun masih bersifat rahasia.

"Karena masih berproses itu masih menjadi rahasia. Kami belum bisa menjelaskannya," kata Bagus lagi.

Bagus menegasan, KPK sebenarnya sudah dua kali mengajukan permohonan ke BPK agar menghitung perugian negara dalam proyek kerja sama PDAM Makassar. Permohonan pertama diajukan saat KPK menjerat IAS sebagai tersangka pertama kalinya sebagai tersangka proyek kerjasama PDAM Makassar. Hanya saja, keputusan KPK menjerat IAS itu dibatalkan oleh PN Jaksel melalui putusan praperadilan.

"Kami lalu melakukan perhitungan kerugian negara tapi belum lagi dugaan kerugian negara tersebut rampung, putusan praperadilan pertama sudah keluar. Jadi perhitungan tersebut akhirnya kami hentikan," sambung Bagus.

Tapi BPK tidak berhenti sampai di situ. Pasalnya, setelah KPK mengeluarkan sprindik baru untuk IAS, BPK menerima permohonan kedua agar menghitung kerugian negara untuk kasus yang sama. Hanya saja BPK masih menghitungnya.

Pada persidangan itu KPK juga menghadirkan saksi ahli Jamin Ginting, dosen di Universitas Pelita Harapan. Menurutnya, asas nebis in idem sebenarnya juga berlaku pada sidang praperadilan. Ia menegaskan, praperadilan juga termasuk pengadilan yang memberikan putusan.

"Proses penyelidikan dan penyidikan yang ada penetapan tersangkanya, dan oleh praperadilan dianggap tidak sah, maka penetapan tersebut dianggap tidak sah," katanya.

Selain itu, saksi yang dihadirkan adalah mantan sekretaris badan pengawas PDAM Makasar, Sebastian Lubis. Menurutnya, sebenarnya persoalan kerja sama PDAM Makassar itu menjadi tanggung jawab direksi selaku pihak yang menandatanganinya. “Jadi direksi yang bertanggung jawab,” katanya.

Sebastian bahkan menegaskan, kerja sama PDAM Makassar dengan pihak swasta juga sudah melalui berbagai prosedur. Bahkan DPRD pun ikut menyetujuinya. "Ada persetujuan Ketua DPRD," katanya.

Seperti diketahui, IAS menyandang status tersangka kasus dugaan korupsi kerja sama rehabilitasi, pengelolaan dan pengalihan PDAM Makassar. Sebelumnya, politikus Partai Demokrat itu yang dijerat KPK itu lantas mengajukan gugatan praperadilan dan dikabulan pengadilan.

Namun, KPK kembali menjerat IAS untuk kasus yang sama. IAS pun kembali mengajukan gugatan praperadilan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini