Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hampir 9 jam, Rabu (8/7/2015) penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri.
Seperti diketahui, Novel diperiksa sebagai tersangka tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dan atau seseorang pejabat yang dalam suatu perkara pidana menggunakan sarana paksaan, baik untuk memeras pengakuan atau mendapatkan keterangan dari pelaku pencurian sarang burung walet.
"Ketika saya dipanggil dan saya memandang itu perlu dan harus hadir, saya hadir untuk memberikan keterangan. Harapan saya keterangan saya bisa memperjelas hal yang diperlukan penyidik. Saya sudah jelaskan banyak hal," tutur Novel usai diperiksa di Bareskrim.
Sayangnya Novel enggan merinci apa saja pertanyaan yang dilontarkan penyidik pada dirinya. Ia hanya mengatakan penyidik menanyakan sekitar 35 pertanyaan padanya.
"Ada banyak pertanyaannya, sekitar 35. Dari semuanya itu, tetap saya memandang bahwa ini upaya kriminalisasi," tegasnya.
Novel menambahkan selama pemeriksaan, ia mendapatkan perlakuan yang baik dan manusiawi dari penyidik. Termasuk dia juga diberi izin dua kali menunaikan shalat di Masjid.
Untuk diketahui, Novel ditangkap penyidik Bareskrim Polri di rumahnya, Jumat (1/5/2015) dini hari di wilayah Jakarta Utara.
Surat perintah penangkapan Novel dengan Nomor SP Kap/19/IV/2015/Dittipidum memerintahkan untuk membawa Novel Baswedan ke kantor polisi. Surat tersebut memerintahkan untuk segera dilakukan pemeriksaan.
Kapolri sudah memberikan instruksi agar tidak menahan Novel. Namun, pada saat yang sama, penyidik malah menerbangkan Novel ke Bengkulu untuk melaksanakan rekonstruksi. Novel baru dilepaskan pada hari Sabtu (2/5/2015).
Novel merupakan tersangka tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dan atau seseorang pejabat yang dalam suatu perkara pidana menggunakan sarana paksaan, baik untuk memeras pengakuan maupun untuk mendapat keterangan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 351 ayat (2) KUHP dan atau Pasal 422 KUHP juncto Pasal 52 KUHP.
Kasus itu terjadi di Pantai Panjang Ujung, Kota Bengkulu, tanggal 18 Februari 2004 atas nama pelapor Yogi Hariyanto. Saat Novel masih berdinas sebagai Kasatreskrim di Bengkulu.