TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono mengingatkan kepada Kepala BIN yang baru, Sutiyoso, untuk mengantisipasi krisis yang kemungkinan bisa saja terjadi seperti tahun 1987 lalu. Dikatakan kemungkinan krisis bisa saja terjadi pasca Hari Raya Idul Fitri atau saat perombakan kabinet. Krisis bisa juga terjadi saat pelaksanaan pilkada serentak.
"Kecenderungan krisis lagi hanya mungkin, jika terjadi adanya rush terhadap perbankan nasional. Kemudian demonstrasi besar di pusat dan di berbagai daerah. Selain itu indikasi ekonomi kita yang melambat, antara lain terlihat dari nilai transaksi yang sampai drop 18 persen. Ada 17 pabrik sarung Majalaya yang tutup, karena tidak mampu lagi beli bahan baku importnya," ungkap Hendropriyono,Kamis (10/7/2015).
Ia juga berharap BIN dibawah kepemimpinan Sutoyoso dapat memprediksi dengan cepat dan tepat kemunhkinan kerawanan restrukturisasi kabinet dengan nomenklatur baru, dalam proses sampai ke kondisi mampu operasional. Selain itu, penyerapan APBN yang semakin rendah, karena ketakutan birokrasi terhadap bayang-bayang tuduhan korupsi yang berlebihan. Kemudian terkait penyerapan pada bulan Juni 36,6 persen, sedangkan Juni 2015 33,1%.
"Selain itu soal dampak kegelisahan akibat isu reshuffle yang tidak berkesudahan. Kemudian dampak terhadap APBN jika sasaran pajak 43% tidak tercapai. Termasuk dampak terhadap defisit anggaran, jika pemerintah terpaksa harus membuat utang baru," ungkap Hendro.
"Juga mengenai dampak kenaikan kurs dolar yamg masih terus berlangsung. Kemampuan BI sangat terbatas, untuk melakukan intervensi, karena hampir 70 persen cadangnan devisa merupakan surat utang negara. Termasuk, dampak dari ketidaksediaan pemerintah untuk melakukan bailout bagi bank yang kolaps, jika sampai terjadi rush," katanya lagi.
Jika habis lebaran nanti perekonomian semakin buruk, Hendro menyarankan agar wantannas segera membuat Kirkastra (Perkiraan Keadaan Strategis) dalam bentuk Kirpat (Perkiraan Cepat) untuk Presiden Jokowi, dengan menarik masuk para pakar dan mereka yang berpengalaman.
Para tokoh yang dimaksud adalah Chairul Tanjung, Sri Mulyani, Kuntoro Mangkusubroto, Dorodjatun Kuntjorojakti, Boediono, Sri Edy Swasono, Ginanjar Kartasasmita, Gembong Suryosulisto, Christianto Wibisono dan beberapa tokoh lainnya.