Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti memastikan adanya penembakan di Tolikara, Papua untuk membubarkan aksi penyerangan terhadap umat Muslim saat salat Id di halaman Koramil sudah sesuai dengan prosedur.
"Saya katakan tidak ada pelanggaran, menurut saya sih tidak ada. Tapi kan saya katakan sekali lagi bahwa itu akan dilakukan pemeriksaan juga," tegas Badrodin, Rabu (22/7/2015) di Mabes Polri.
Dijelaskan Badrodin, adanya penembakan itu merupakan upaya dari perlindungan Polri terhadap masyarakat, yakni mereka yang tengah melaksanakan ibadah.
"Kejadian seperti itu baru pertama kali terjadi, bagaimana bisa masyarakat ibadah terus dilempari begitu. Makanya dilakukan negosiasi, tapi tidak berhasil," tambahnya.
Lebih lanjut, Badrodin Haiti menegaskan adanya warga yang tertembak oleh pihak keamanan baik TNI/Polri saat melakukan penyerangan ke umat Muslim di Tolikara, Papua ketika menjalankan shalat Ied di lapangan Koramil itu merupakan risiko.
Menurut Badrodin anak buahnya melakukan upaya tembakan saat itu karena aksi para pelaku penyerangan sudah sangat jelas melanggar konstutisi yang ada. Sehingga apabila ditembak, itu merupakan risiko karena melanggar konstitusi.
"Adanya penembakan karena itu wujud dari upaya negara untuk menjamin konstitusi. Karena memang konstitusi itu harus ditegakkan. Tidak boleh ada yang melanggar. Kalau ada yang tertembak ya itu risiko karena melanggar konstitusi," tuturnya.
Untuk diketahui, saat perayaan Idul Fitri 1436 Hijriah di Kabupaten Tolikara, Papua, Jumat (17/7/2015) waktu setempat terjadi insiden pembakaran puluhan kios hingga merembet ke musala saat umat Muslim tengah shalat Ied di lapangan Koramil.
Akibat peristiwa itu, seorang warga dikabarkan tewas dan tiga tertembak, serta lima lainnya mengalami luka berat serta ringan. Seluruh korban luka dilarikan ke Rumah Sakit di Wamena dan Jayapura.
Kejadian ini bermula dari adanya surat edaran dari Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) Tolikara yang melarang umat muslim di Kabupaten Tolikara untuk melakukan aktivitas keagamaan yakni tidak menggunakan pengeras suara (toa) saat Shalat Ied, Jumat (17/7/2015) pagi.
Hal ini karena lokasi shalat Ied dengan tempat dilangsungkannya seminar nasional/internasional yang diselenggarakan GIDI hanya berjarak 250 meter. Hingga akhirnya terjadi peristiwa penyerangan dan pembakaran di lokasi, dan umas Muslim disana pun berhamburan menyelamatkan diri.