TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Divonis tidak sah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara kepengurusan Partai Golkar hasil Munas Ancol langsung mengajukan banding.
"Pengadilan telah melampau kewenangan dalam memutus perkara ini. Oleh karena itu kami minta supaya ini diperiksa lagi oleh hakim yang lebih tinggi, supaya dapat putusan yang adil dan benar," kata Ketua Bidang Hukum DPP Partai Golkar hasil Munas Ancol Lawrence Siburian di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jumat (24/7/2015).
Lawrence yakin, putusan ini tidak berpengaruh pada pelaksanaan pilkada serentak akhir tahun 2015. Menurutnya soal pencalonan kepala daerah dua kubu Golkar sudah sepakat.
Sementara soal surat mandat palsu, Lawrence menilai tudingan kubu Ical harus lewat pembuktian polisi.
"Dan itu harus diadli secara pidana, baru dinyatakan palsu dan dipakai dalam peradilan perdata sepeeti ini. Dalam hal ini hakim telah memutuskan terlalu jauh. Mandat yang belum terbukti kebenarannya dipakai utuk menjadi bukti persidangan dalam mengambil putusan. Jadi sudah melampaui kewenangan dia (pengadilan)," katanya.
Sebelumnya diberitakan, Pengadilan Negeri Jakarta Utara memutuskan untuk mengabulkan gugatan pengurus Partai Golkar hasil Munas Bali di bawah pimpinan Aburizal Bakrie.
Hakim memutuskan bahwa pelaksanaan Munas Ancol yang dipimpin oleh Agung Laksono tidak sah.
"Majelis hakim menilai adanya bukti perbuatan melawan hukum, maka Munas Ancol harus dinyatakan tidak sah," ujar Hakim Ketua Lilik Mulyadi di PN Jakut, Jumat (24/7/2015).
Dalam pertimbangannya, hakim menilai rapat pleno pada 25 November 2014 yang dipimpin oleh Agung Laksono tidak sah.
Karena itu, putusan apa pun yang dibuat dalam rapat pleno tersebut dianggap tidak sah secara hukum.
Selain itu, terkait aspek penyelenggaran munas, majelis berpendapat bahwa munas di Bali pada 30 November 2014 telah memenuhi ketentuan hukum yang berlaku, antara lain sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) Partai Golkar, serta Peraturan Organisasi Partai Golkar tentang prosedur surat-menyurat.