TRIBUNNEWS.COM, JOMBANG - Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menegaskan dukungan kepada penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan negara lewat BPJS Kesehatan.
Said mengungkapkan dukungan ini menyusul polemik 'fatwa haram' terhadap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Polemik 'haram' BPJS ini, kata Said akan dibahas oleh Komisi Bahtsul Masail dalam forum Muktamar ke-33 NU di Jombang yang dimulai, Sabtu (1/8/2015). "Hasilnya nanti menunggu pembahasan Bahtsul Masail NU. Namun diharapkan ada solusi memberi jalan keluar yang fleksibel," kata Said Aqil, Jumat (31/7/2015).
Said mengatakan, BPJS Kesehatan maupun Ketenagakerjaan yang sudah ditetapkan berlaku oleh pemerintah maka harus segera dilaksanakan.
Said yang sempat melontarkan kritik terhadap MUI soal fatwa haram menyebutkan NU tak mengharamkan BPJS dan produk asuransi lain.
"Semua asuransi kalau diniati dengan sukarela atau tabaroh maka halal saja," kata Said Aqil Siroj.
Sementara itu Ketua Bidang Kerukunan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Slamet Effendi Yusuf mengungkapkan alasan MUI baru mengungkit soal prinsip syariah dalam BPJS Kesehatan.
"Kadang-kadang MUI punya konsern, seperti soal ini, tetapi kami tak diajak bicara. Rupanya kami hanya diajak bicara kalau langsung terkait agama, kerukunan agama dan produk halal. Padahal ada persoalan-persoalan umum yang serius, tetapi masih terkait dengan prinsip syariah," ujar Slamet membantah kabar fatwa haram BPJS Kesehatan.
Selanjutnya MUI juga akan mengkaji penerapan BPJS Ketenagakerjaan. Namun, Slamet menegaskan itu bukan sebagai rencana mengeluarkan fatwa haram. "Soal BPJS ketenagakerjaan, akan dibahas, itu sifatnya rekomendasi. Kami akan beri catatan-catatan. Nanti akan dibahas dulu," katanya.
Slamet mengakui terdapat perbedaan sikap antara MUI dan NU soal BPJS Kesehatan. "MUI kan menghimpun kelompok-kelompok, sedangkan NU punya cara pandang berbeda. Saya yakin NU dan MUI tidak bertentangan, tetapi berbeda," ujarnya.
Sebelumnya Said Aqil mengkritik MUI terkait polemik haram BPJS. "MUI terlalu mudah berfatwa," kata Said saat dijumpai di Jakarta Pusat, Rabu (29/7/2015).
Said menuturkan, MUI memiliki metode sendiri dalam memberikan fatwa. Ia membandingkan MUI dengan lembaga pemberi fatwa di Mesir yang dalam satu tahun hanya mengeluarkan dua sampai tiga fatwa. "MUI mudah mengobral fatwa, bahkan pernah sampai sembilan (fatwa) dalam setahun," ujarnya.
Menurut Said, dalam Muktamar ke 33 NU di Jombang, akan dibahas sejumlah permasalahan yang mengemuka di Indonesia. Di antaranya adalah membahas aturan hukum BPJS, hukum pemimpin atau wakil rakyat yang mengingkari janji kampanye, penghancuran kapal pencuri ikan, hukum memakzulkan pejabat, hukum mengeksploitasi alam berlebihan, hutang luar negeri, perlindungan dan pencatatan pernikahan bagi TKI umat muslim di luar negeri dan lain sebagainya.