TRIBUNNEWS.COM.JAKARTA-Penyusunan kurikulum merupakan kerja terakhir dari keseluruhan proses pembangunan pendidikan.
Hal ini diutarakan mantan Menteri pendidikan dan kebudayaan periode tahun 1978 -1983 Daoed Joesoef dalam kesempatan diskusi serial yang diselenggarakan oleh Yayasan Suluh Nuswantara Bakti dengan tema Membangun Budaya Bangsa Dari Nilai Keindonesiaan Demi Masa Depan Bangsa di Ballroom Hotel Sultan. Jakarta. Sabtu (1/8/2015)
Menurut mantan Mendikbud era kabinet Pembangunan III, Daoed Joesoef penggunaan kurikulum masih beraroma " race track" dimana para siswa dan mahasiswa saling bersaing dalam pertarungan mencapai tujuan meraih ijazah maupun gelar.
Terlepas dari perkembangan makna kurikulum menurut Daoed Joesoef , apa apa yang perlu dikerjakan di sekolah memang merupakan masalah yang cukup sulit.Keseluruhan masalah ini meliput judgements tentang tidak hanya apa yang pernah dianggap penting dalam sejarah suatu bangsa dan peradaban itu sendiri, tetapi juga apa-apa yang dianggap penting .
Dalam menyusun kurikulum istilah nilai kata Daoed menjadi penting , nilai adalah “genus” dan aneka ragam “ spesies” sementara yang dibelajarkan justru spesies-spesiesnya seperti kebajikan, pengetahuan dan ilmu pengetahuan serta teknikalitas tertentu. Semua itu dibelajarkan secara berkesinambungan sejalan dengan perkembangan pengembangan kematangan inteteligensi dan emosi anak manusia . Dengan kata lain kurikulum merupakan suatu skenario yang harus ditaati demi pembentukan kemampuan professional dan vokasional.
Berhubung kurikulum merupakan “masalah” bukan “persoalan”, maka ia perlu ditinjau dari waktu ke waktu , disempurnakan agar relevan dengan zamannya, lebih-lebih di zaman yang cepat berubah dan semakin kompleks. Setiap generasi pasti memerlukan kurikulumnya sendiri.
Bahkan kata Daoed, setelah kurikulum disetujui DPR selaku kebijkan pemerintah di bidang pendidikan dan kebudayaan, baru dipikirkan buku-buku pelajaran yang relevan dengan mengikutsertakan public seperti dari kalangan pemikir , pendidik,pengusaha , tetua.