Laporan Wartawan Tribunnews.com, Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keputusan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo melantik Harno Joyo sebagai wali kota Palembang, menggantikan Romi Herton, dalam waktu dekat dinilai tidak tepat. Romi terbukti menyuap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, agar menang pilkada.
Pakar hukum tata negara Refly Harun mengatakan, seharusnya Tjahjo memberhentikan Harno, bukan melantiknya. Pasalnya, pasangan Romi-Harno telah dimakzulkan oleh DPRD Palembang melalui keputusan nomor 6 Tahun 2014, tanggal 27 September 2014. Putusan tersebut diperkuat oleh putusan MA nomor 04/KHS/2014 tanggal 3 Desember 2014.
Dalam diktum yang tercantum dalam keputusan DPRD Kota Palembang, jabatan Romi sebagai wali kota dan Harno sebagai wakil wali kota Palembang, melanggar hukum dan peraturan perundang-undangan karena didapat lewat cara tidak benar.
"Jadi jelas cara-cara yang diperoleh oleh Romi-Harno untuk menjadi wali kota-wakil wali kota diperoleh dari cara-cara yang salah, dan melawan hukum," kata Refly, Minggu (9/8/2015).
Terlepas terlibat tidaknya Harno dalam kasus hukum yang menjerat Romi, dia tetap dihitung satu paket saat mendapatkan jabatan wali kota dan wakil wali kota Palembang dengan cara tidak benar.
Refly mewanti-wanti, sebelum mengeluarkan SK pelantikan Harno, Mendagri harus mempertimbangkan lebih matang putusan DPRD Kota Palembang dan putusan MA nomor 04/KHS/2014 tertanggal 3 Desember 2014.
Putusan MA menyebut, pendapat DPRD Kota Palembang terhadap pelanggaran hukum dan peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh Romi Herton-Harno Joyo bersifat mengikat eksekutorial dan mengikat secara hukum.
Dalam Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palembang pada 2013, pasangan Roni-Harno dikalahkan pasangan Sarimuda dan Nelly Rasdiana selisih delapan suara. Lalu keluarlah SK KPU Palembang Nomor 35 Tahun 2013 tentang penetapan pasangan Sarimuda-Nelly sebagai wali kota dan wakil wali kota Palembang terpilih.