TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo yang juga merupakan mantan kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah mengaku belum melaporkan seluruh harta kekayaannya ke KPK.
Itu terungkap saat Pansel KPK, Harkristuti Harkrisnowo menanyainya soal harta kekayaan Agus ketika menjalani wawancara terbuka di Gedung Sekretariat Negara, Jakarta Pusat (24/8/2015).
Dengan gugup Agus mengatakan memang dirinya belum melaporkan LHKPN terbaru ke KPK. Dirinya berjanji segera melaporkan yang terbaru bila terpilih menjadi pimpinan KPK.
"Mudah-mudahan nanti kalau ada keputusan, saya akan laporkan," kata Agus.
Berdasarkan data diterima Pansel, Tuti melanjutkan pertanyaannya. Tuti memulainya dengan mengkonfirmasi kepemilikan mobil Honda CRV, Mitsubishi dan Avanza.
Pasalnya mobil-mobil itu sebelumnya tidak tercantum dalam LHKPN yang dilaporkan oleh Agus saat mendaftar sebagai capim KPK.
"Mobil-mobil itu? Ya itu kami tidak memiliki sampai dua hari yang lalu. Kami beli bekas, Sebelumnya mobil yang kami miliki adalah leasing, ada tiga truk untuk angkut sayur di Magetan," ujarnya. Sementara menurut Agus, mobil CRV miliknya sudah dijualnya sejak lama.
Sementara Pansel KPK yang lain, Diani Sadiawati juga menanyakan harta kekayaan Agus. Karena sebagai PNS, dia menilai harta kekayaan Agus cukup besar.
"Itu karena aset tanah saya paling luas di Caring, Jonggol. Waktu itu saya beli sekitar tahun 2003-2005 dengan harga Rp 3.500 per meter sehingga per hektar Rp 35 juta," ujarnya. Namun saat ini, kata dia, harga tanah di kawasan tersebut sudah sekitar Rp 12 ribu per meter.
"Tanah berikutnya 1 kavling di BSD dan 1 kavling di Citra Raya Tangerang yang saya beli tahun 97-98 sebelum krisis," ujarnya.
Ketika itu dirinya mengaku membelinya dengan harga Rp 170 juta dengan sistem angsur. Ia mengaku mendapat uang dari honor yang kerap ia terima, bukan dari gaji PNS. Salah satunya adalah undangan Organisation of Economic Co-operation and Development yang ia hadiri selama delapan kali. "Transfer ini lewat BCA, 6 ribu Euro," ujarnya.
Saat memaparkan itu, Pansel Diani sempat menyela jawaban Agus. Pasalnya sepengetahuannya OECD tidak pernah memberikan upah. Menurut Agus sebelum dikelola oleh UNDP, OECD selalu memberikan upah.
Selain itu, Agus juga mengaku sering mendapat honor dari undangan-undangan lain. Hal tersebut menurutnya wajar dilakukan di pemerintahan meskipun saat itu ia adalah PNS.
"Saya tiga kali mantu, utang bank. Kalau jeli pasti PPATK tahu bahwa dari empat rekening saya total nilainya hanya Rp 20 juta. Hanya belakangan setelah truk lunas, kami baru bisa menyimpan uang," imbuhnya.