TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pembicaraan antara Sofyan Djalil dan Dirut Pelindo II, RJ Lino yang tersebar di publik dianggap tidak etis. Wakil Ketua Komisi VI DPR Heri Gunawan, mengatakan hal tersebut tidak etis dan mengganggap RJ Lino tak pantas memimpin Pelindo II.
"Setelah sebelumnya sms ke kiri dan ke kanan. Tak lama kemudian, beredar transkrip pembicaraan antara Direktur Pelindo II itu dengan Sofyan Djalil," kata Heri melalui pesan singkat, Minggu (30/8/2015).
Dalam pembicaraan itu, kata Heri, RJ Lino terlihat kecewa dan tidak terima dengan adanya penggeledahan oleh Bareskrim dan mengancam untuk mundur dari jabatannya sebagai Direktur Pelindo II.
"Seolah-olah RJ Lino adalah orang yang sangat berkuasa dan bisa ngatur segalanya, termasuk presiden. Ini gila. Bahwa ada orang di republik ini yang bisa ngomong seenaknya dan minta presiden untuk melakukan apa yang ia mau," kata Politikus Gerindra itu.
Menurut Heri, lembaga kepresidenan harus klarifikasi peristiwa tersebut. Sofyan Djalil juga harus ikut klarifikasi soal ini bahkan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno pun harus dapat meluruskan kejadian itu.
"Kejadian ini kembali memperpanjang daftar mimpi buruk presiden. Betapa lembaga kepresiden benar-benar sudah tidak punya wibawa sama sekali. Terombang-ambing dan tak berdaya di tengah gempuran berbagai kepentingan," tuturnya.
Jika isi pembicaraan itu benar, Heri meminta Kementerian BUMN untuk segera mengganti Direktur Pelindo II, RJ Lino. Apa yang dilakukan RJ Lino, menurut Heri, tidak sesuai lagi dengan azas-azas kepatutan dan kepantasan sebagai seorang Direktur perusahaan BUMN.
"Selain itu, penggantian tersebut bisa membuat kerja-kerja Bareskrim lebih maksimal dan efektif. Kami mengapresiasi juga meminta Bareskrim untuk terus usut tuntas semua dugaan penyimpangan di Pelindo II, seperti kasus mobile crane," ungkapnya.