TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Direktorat II Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri temukan sejumlah bukti berupa dokumen dalam penggeledahan di kantor Pertamina Foundation, termasuk dari ruang kerja yang pernah ditempati Nina Nurlina Pramono selaku Direktur Eksekutif Pertamina Foundation pada 2011-2014.
Penggeledahan dilakukan terkait penyidikan kasus dugaan korupsi program CSR Pertamina Foundation, "Menabung 100 Juta Pohon" pada 2012-2014.
Direktur II Bareskrim Polri, Brigjen Pol Victor E Simanjuntak mengakui anak buahnya menemukan sejumlah barang bukti dokumen yang dicari terkait penyidikan kasus tersebut, di antaranya dokumen pihak relawan yang terlibat kerjasama program senilai lebih Rp250 miliar ini.
"Perlu kami lihat dokumen dan relawan itu. Tapi, kemungkinan ada relawan yang akan dikroscek surat perjanjian, surat pembayarannya, dan apakah relawan itu ada atau tidak ada," kata Victor di lokasi penggeledahan.
Menurut Victor, dari temuan dokumen itu, selanjutnya anak buahnya akan memeriksa tempat-tempat yang dijadikan sebagai tempat penanaman bibit-bibit pohon oleh para relawan tersebut.
"Untuk mengeceknya, ini tidak bisa dalam dua atau tiga hari, karena tentu kita mesti pergi cek ke tempat di mana pekerjaan itu dilaksanakan," katanya.
Diketahui, program "Menabung 100 Juta Pohon" sejak 2011 hingga 2015 dimulai sejak kepemimpinan Nina Nurlina Pramono selaku Direktur Eksekutif Pertamina Foundation. Program tersebut melibatkan sejumlah stakeholder, termasuk ratusan relawan dan petani.
Adapun dugaan pidana korupsi terjadi saat program tersebut berlangsung pada 2012-2014.
Yayasan Pertamina itu menggelontorkan dana lebih Rp250 miliar selama 2012-2014. Rinciannya, sebesar Rp 46 miliar pada 2012, Rp 137 miliar pada 2013 dan Rp 70 miliar pada 2014.
Penyidik menemukan sejumlah pelanggaran dalam proyek tersebut, di antaranya tidak direalisasikan penanaman bibit. Hitungan potensi kerugian negara sementara dalam program tersebut ditaksir lebih Rp100 miliar.
Nina Nurlina Pramono merupakan salah seorang calon pimpinan KPK 2015-2019. Istri dari mantan Presiden & General Manager Total E&P Indonesia, Hardy Pramono itu lolos seleksi hingga 48 besar dan sempat mengikuti uji wawancara.
Saat uji wawancara, Pansel capim KPK mempersoalkan asal-usul banyaknya rumah, condotel, mobil yang dimiliki oleh Nina Nurlina. Pihak pansel juga mencecarnya soal proyek 100 juta pohon yang digarap olehnya selaku pimpinan Pertamina Foundation. Proyek tersebut dianggap wanprestasi.
“Mengapa dari 100 juta pohon, proyeknya hanya 30 persen saja?” tanya anggota pansel, Supra Wimbarti.
Menurut Nina, data tersebut kurang tepat. Menurutnya, ada kesalahpahaman dari auditor publik yang mengambil sampel hanya 0,05 persen dari jumlah proyek tersebut. Sebab, dari hasil sampel itu, hanya 30 persen saja yang terealisasi.