TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nama Jimly Asshiddiqie tidak masuk dalam delapan nama calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2015-2019.
Delapan nama tersebut sudah diserahkan oleh Panitia Seleksi Capim KPK ke Presiden Joko Widodo untuk selanjutnya dikirim ke DPR untuk mengikuti uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test).
Ketua Pansel KPK, Destry Damayanti, enggan menjelaskan secara rinci sebab Jimly tidak terjaring. Kata Destry, delapan nama yang diserahkan tadi pagi adalah hasil penilaian secara menyeluruh dari seleksi sebelumnya.
"Kami melihatnya secara komprehensive. Dari hasil wawancara, test kesehatan dan catatan-catatan yang kami terima dari para trackers," ujar Destry saat dihubungi Tribun, Jakarta, Selasa (1/9/2015).
Jimly sendiri sebetulnya adalah calon unggulan. Jimly adalah guru besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, pernah menjadi ketua Mahkamah Konstitusi dan kini menjabat sebagai ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Jimly pun memiliki sejumlah jabatan seabrek di pemerintahan. Namun, itu semua tidak menjadi jaminan Jimly lolos seleksi.
Saat sesi wawancara Pansel KPK, Jimly sempat dicecar pertanyaan tentang rumah jabatan di Pondok Indah, Jakarta Selatan. Rumah itu disewa oleh MK senilai Rp 120 juta per tahun. Setelah Jimly tak menjabat Ketua MK maupun hakim MK, Jimly bertahan di rumah tersebut selama 10 bulan.
Jimly mengaku bertahan di rumah jabatan itu karena rumah pribadinya masih direnovasi.
Selain itu, Jimly juga mengakui lembaga pendidikan Jimly School Of Law And Government, pernah menerima sejumlah uang dari perusahaan tambang asal Amerika Serikat, Newmont.