TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Promosi mulai agresif dipromosikan, mulai dari originasi target sasaran, kebijakan Bebas Visa Kunjungan (BVK) mulai menggeliat, berbagai festival, karnaval dan sail mulai bergairah. Tapi di sisi lain, bencana alam dan tekanan krisis global menjadi monster yang paling menakutkan.
“Erupsi Gunung Raung di Jember-Banyuwangi belum juga tuntas 100 persen, Bali, Lombok, Banyuwangi terimbas luar biasa. Lalu disusul asap pekat di seluruh daratan Sumatera dan Kalimantan, bahkan sampai ke Batam. Sekarang giliran Gunung Sinabung yang menyemburkan abu vulkanik? Bandara harus tutup, berbagai event internasional ditunda, pariwisata betul-betul tertekan,” ungkap Menteri Pariwisata, Arief Yahya.
Konektivitas dan aksesibilitas pariwisata itu terbesar dari lalulintas udara. Jika bandara ditutup, sampai batas waktu yang belum bisa ditentukan, maka tidak ada kepastian bagi wisatawan untuk terbang. Industri airline, hotel, restoran, tour and travel, objek wisata dan ekonomi yang di-drive oleh sektor ini pun terganggu.
“Kami aktifkan tim Crisis Center, untuk mencari jalan keluar yang terbaik,” ujar mantan Dirut PT Telkom Indonesia ini.
Pagi ini, 16 September 2015, sedikitnya 13 bandara tidak bisa beroperasi karena jarak pandang yang di bawah ambang batas normal, dan membahayakan penerbangan. Di Bandara Tapak Tuan Aceh misalnya, jarak pandang maksimal hanya 3000 meter.
Bandara Tjilik Riwut Palangkaraya, Kalteng malah hanya 50 meter dengan asap yang makin kental. Otoritas bandara sudah otomatis tidak mengizinkan landing dan take off pesawat, karena pertimbangan keamanan.
Bandara lain yang juga ditutup: Bandara Melak Kutai Barat, Bandara Syamsuddin Noor Banjarmasin Kalsel, Bandara Sultan Thaha Jambi, Bandara Supandio Pontianak Kalbar, Bandara Iskandar Pangkalan Bun, Bandara H Asan Sampit Kalteng, Bandara Kalimaru Tanjung Redep Kaltim, Bandara Sultan Mahmud Badaruddin Palembang Sumsel, Bandara Raja H Abdullan Tanjung Balai Karimun Kepri, Bandara Malinau Kaltara, Bandara Rahadi Oesman Ketapang Kalbar.
“Berapa ribu orang yang gagal terbang? Berapa wisawatan mancanegara yang tidak bisa masuk dan berpindah kota? Berapa wisatawan domestik yang harus balik kanan dan batal bepergian? Berapa potential loss-nya? Alternarifnya bagaimana? Tim Crisis Center akan terus menghitung. Ini pressure yang luar biasa buat dunia pariwisata kita yang sedang bertumbuh,” jelas Arief Yahya yang pernah dinobatkan sebagai The Most Inspirational CEO, Mens Obsession Award 2014 dan Green CEO 2014 itu.
Bisa dimengerti? Dua “great” destination, yakni Great Bali dan Great Batam sama-sama kena bencana asap. Great Bali dihantam erupsi vulkanik Gunung Raung di saat peak season bulan Juni-Juli-Agustus 2015. Great Batam dihajar asap dan erupsi Gunung Sinabung Agustus-September 2015. “Padahal, Bali itu 40% wisman masuk, Batam peringkat ketiga dengan 24% wisman. Ya, soal aksesibilitas, Batam Bintang kita akan geber di jalur penyeberangan laut,” ungkap Menpar yang mengaku Slanker ini.
Kebijakan Bebas Visa Kunjungan (BVK), lanjut dia, sudah direvisi soal pintu masuk dan pintu keluar. Saat ini boleh masuk lewat pintu mana saja di seluruh Indonesia, dan boleh keluar dari pintu imigrasi mana saja, karena semuanya online.
“Itu sangat memudahkan wisman untuk pindah ke bagian tengah dan timur Indonesia, jika menghadapi problem asap dan erupsi seperti sekarang ini,” kata Arief Yahya yang lahir 54 tahun silam di Banyuwangi Jatim itu.
Beberapa even internasional, kata dia, pasti terganggu karena asap. Misalnya Tour de Siak, di Riau, yang menghadirkan banyak pembalap sepeda asing. Asap terpaksa menghentikan dan menunda acara tahunan itu.
Semua aktivitas yang membutuhkan kenikmatan udara luar, seperti olahraga, wisata nature, outdoor, crosscountry, tracking, hiking, semua lampu merah. Kualitas udara sedang tidak bersahabat untuk segala aktivitas pariwisata alam.
Apakah yakin masih bisa mencapai proyeksi?
“Kita harus optimis, kita terus bergerak. Pemerintah juga sedang serius memadamkan api, meminimalisasi asap, mengantisipasi erupsi. Yuk, saling support agar tekanan alam ini bisa segera reda. Kita tinggal focus menghadapi tekanan ekonomi global dengan memperbanyak wisman yang hadir dan membelanjakan USD-nya ke Indonesia,” papar lulusan ITB Bandung, Surrey University Inggris, dan Program Doktoral Unpad itu.